kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.440.000   -4.000   -0,28%
  • USD/IDR 15.339   1,00   0,01%
  • IDX 7.829   -2,64   -0,03%
  • KOMPAS100 1.196   2,88   0,24%
  • LQ45 970   3,33   0,34%
  • ISSI 228   0,02   0,01%
  • IDX30 495   1,66   0,34%
  • IDXHIDIV20 597   3,35   0,56%
  • IDX80 136   0,44   0,33%
  • IDXV30 140   0,56   0,40%
  • IDXQ30 166   1,10   0,67%

Pertumbuhan DPK Terlalu Tinggi Berbahaya Bagi Ekonomi, Ini Alasannya


Kamis, 09 November 2023 / 13:34 WIB
 Pertumbuhan DPK Terlalu Tinggi Berbahaya Bagi Ekonomi, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat Bloomberg CEO Forum di Jakarta (6/9/2023).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - BANDUNG. Laju pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan pasca pandemi Covid-19 semakin melambat hingga saat ini. Per September 2023, DPK tercatat hanya tumbuh 6,54% menjadi Rp 8.147 triliun.

Data tersebut memang sudah naik tipis dari bulan sebelumnya yang tumbuh 6,24%, namun lajunya masih melambat sejak akhir tahun lalu. Pada Desember 2022, DPK perbankan tumbuh 9,01%. 

Gap pertumbuhan DPK dengan kredit sudah semakin lebar. Per September 2023, kredit perbankan tercatta tumbuh 8,96% secara tahunan. Artinya gap dengan pertumbuhan DPK mencapai 2,42%. 

Namun, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menekankan, pertumbuhan DPK yang ideal sebenarnya memang harus satu digit, tidak terlalu besar dan tidak terlalu rendah. Pertumbuhan di level tersebut menunjukkan ekonomi bergerak dengan baik. 

Herman Saheruddin, Direktur Group Riset LPS mengatakan, pertumbuhan DPK yang terlalu tinggi harus diwaspadai karena itu menjadi pertanda bahwa ekonomi tidak bergerak. Ia bilang, kondisi seperti ini biasanya dinamakan dengan istilah saving paradoks.

Baca Juga: Sumber Pendanaan BCA dari Non DPK Meningkat 5% Per September 2023

"Simpanan terlalu tinggi berbahaya bagi ekonomi. Bayangkan kalau satu negara berhemat semua dan konsumsi turun, maka ekonomi tak akan bergerak," ujar dia dalam LPS Media Gathering, Kamis (9/11).

Ia mencontohkan, hal itu sudah terjadi pada saat pandemi Covid-19. Simpanan masyarakat yang biasanya hanya tumbuh satu digit tiba-tiba meningkat menjadi dua digit karena orang-orang tidak bisa melakukan konsumsi akibat pembatasan-pembatasan aktivitas sosial. 

Pada Tahun 2020 yakni tahun pertama pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,07%. Sementara DPK perbankan tercatat tumbuh 11,1%, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hingga September 2023, laju pertumbuhan DPK sejumlah bank besar juga semakin melandai. Bank Central Asia (BCA) mencatat pertumbuhan DPK 7,2%  secara tahunan,  sedangkan kreditnya tumbuh 12,3%. 

Bank Mandiri menorehkan DPK tumbuh 6,64%, sementara pertumbuhan kreditnya mencapai 12,7%. DPK Bank Negara Indonesia (BNI) tumbuh 9,1% dan CIMB Niaga tumbuh 6,03%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×