kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

PMK 124 Tetap Berlaku Awal 2010


Selasa, 18 Agustus 2009 / 09:15 WIB
PMK 124 Tetap Berlaku Awal 2010


Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pengurus dan pemilik usaha asuransi yang yang bergerak di bidang asuransi kredit dan suretyship atau asuransi proyek harus kerja keras tahun ini. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menegaskan, tak akan menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.

PMK yang merupakan aturan main baru bagi bisnis asuransi kredit itu mengharuskan setiap asuransi yang berbisnis suretyship memiliki rasio modal berbasis risiko atau Risk Based Capital (RBC) minimum 120%.
Asuransi yang menawarkan suretyship juga harus memiliki rasio likuiditas minimum 150%. Yang paling penting, mereka yang ingin berbisnis suretyship harus memiliki modal minimal Rp 250 miliar.

"Seluruh penerbit surety bond harus memenuhi PMK 124 tahun depan," ujar Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata, akhir pekan lalu. Isa berjanji akan melakukan tindakan tegas untuk menegakkan aturan ini mulai akhir tahun 2009.

PMK 124 tersebut membuka peluang perusahaan asuransi menyelenggarakan penjaminan nonkonstruksi seperti pertanggungan terhadap pengadaan barang medis. "Namun perusahaan asuransi yang ingin masuk dalam bisnis penjaminan nonkonstruksi tetap harus melaporkan rencana pemasaran produk nonkonstruksi," ujar Isa.

Direktur PT Asuransi Bumiputera Muda 1967 Julian Noor mengatakan sebetulnya tak keberatan jika perusahaan asuransi suretyship harus mengajukan izin sebelum memasarkan produk penjaminan nonkonstruksi. "Tapi ternyata kebijakan regulator juga menginginkan agar kami melaporkan bisnis konstruksi padahal menurut saya itu tidak perlu. Ini menjadi masalah bagi perusahaan asuransi yang sudah menjalankan bisnis konstruksi," ujarnya.

Julian menganggap, hal itu menunjukkan masih ada ketidakjelasan pada beberapa pasal PMK 124. Dia pun berharap agar regulator tak membedakan bisnis penjaminan konstruksi dan nonkonstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×