Reporter: Dina Farisah | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginstruksikan perusahaan asuransi, dana pensiun dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengalokasikan dananya pada surat berharga negara (SBN). Namun, belum semua pihak dapat memenuhi ketentuan Wasit Keuangan tersebut.
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengatakan, pihaknya akan secara bertahap mengalokasikan dana pada instrumen SBN.
Menurut Kemal, instrumen SBN umumnya tersedia dalam tenor panjang, sehingga ada konsekuensi biaya atau keuntungan apabila pihaknya mengalihkan portofolio investasinya kepada instrumen SBN. Untuk memenuhi minimum alokasi sesuai ketentuan OJK, pihaknya membutuhkan waktu.
"Saat ini porsi alokasi di SBN belum mencapai ketentuan minimum OJK sebesar 30%. Secara bertahap, kita akan menuju 30%," ujar Kemal, Rabu (13/4).
Dikatakan Kemal, pihaknya mementingkan aspek likuiditas dalam penempatan portofolio investasi. Sebab, arus kas masuk dan keluar sangat cepat. Mengingat karakteristik produk SBN yang umumnya bertenor panjang, hal ini tentu tidak sesuai dengan kebutuhan likuiditas BPJS Kesehatan. Untuk itu, pihaknya tengah mencari cara untuk menyiasati hal ini.
Seperti diketahui, OJK telah menetapkan lima lembaga keuangan yang wajib memiliki porsi SBN dalam keranjang investasinya. Aturan ini mulai berlaku pada akhir tahun 2016.
Ketentuan ini ditetapkan selama dua tahun. Rinciannya, pertama, perusahaan asuransi jiwa porsi kepemilikan SBN sebesar 20% periode setahun. Kemudian tahun kedua porsinya meningkat menjadi 30%.
Kedua, perusahaan asuransi umum kepemilikan SBN sebesar 10% di tahun pertama dan meningkat menjadi 20% pada tahun kedua. Ketiga, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun pertama dan kedua porsi SBN tetap sebesar 30%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News