Reporter: Dina Farisah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Rancangan Undang-undang Penjaminan diyakini akan mendorong akses pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap kredit permodalan. Karena itu, RUU Penjaminan dinilai segera disahkan.
Penjaminan merupakan perlindungan risiko atas potensi gagal bayar yang dialami pelaku UMKM. Dengan penjaminan, bank atau pihak pemberi kredit modal diharapkan lebih percaya diri menyalurkan kredit pada pelaku UMKM.
Pengamat ekonomi Indef Didik J Rachbini mendukung sepenuhnya disahkannya RUU Penjaminan.
Ia memberi contoh negara-negara maju sangat memperhatikan perkembangan sektor UMKM sebagai penggerak ekonomi, seperti di Jepang.
“Untuk pekerjaan formal dengan skill pendidikan rendah, Jepang mengambil tenaga kerja asing. Soalnya, tenaga kerja selevel itu lebih memilih bekerja di sektor UMKM karena lebih berkembang dan lebih menjanjikan,” ujar Didik J Rachbini, Selasa (13/10).
Meski begitu, Didik menilai kemudahan pemberian kredit akan dikhawatirkan bisa memperlemah daya juang mereka dalam menghadapi tantangan.
"Misalnya bunga KUR yang diturunkan dari 22% menjadi 12% bisa jadi malah membuat mereka malas dan lemah,” ujarnya.
Sebaliknya, Direktur Utama Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo) Diding S. Anwar menilai, payung hukum tentang penjaminan kredit bisa membuka lapangan kerja dengan berkembangnya sektor UMKM menjadi lebih baik.
Dia menyerahkan pembahasan RUU ini pada pihak DPR.
Yang pasti, menurut Diding, potensi penjaminan di sektor UMKM masih sangat terbuka luas. Apalagi, data Desember 2014 menyatakan rasio penyaluran kredit UMKM dan koperasi terhadap total kredit yang disalurkan lembaga keuangan hanya 18,7%.
Hal ini setara dengan Rp 707 triliun dari total outstanding kredit nasional yang berjumlah Rp 3.779 trilun triliun kredit lembaga keuangan yang tersalur ke sektor UMKM.
"Di sini pentingnya RUU Penjaminan agar perbankan dan lembaga keuangan lainnya bisa menyalurkan kreditnya kepada UMKM yang feasible namun belum layak mendapat kredit bank (bankable),” ujarnya.
Diding menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 58 juta unit UMKMK di Indonesia yang menyerap 97,3% tenaga kerja di Indonesia, dan menyumbang 59,08% PDB nasional. Artinya UMKM merupakan sektor yang perlu menjadi perhatian utama.
Sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, penyaluran kredit ke sektor UMKM mencapai Rp 754,6 triliun hingga Juli 2015, hanya naik 3,7% dibandingkan Desember 2014.
Pertumbuhan kredit di sektor ini mengalami perlambatan dani lebih rendah dibandingkan kredit di sektor industri yang mencapai 4,34%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News