Reporter: Dina Farisah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan (BPJS Kesehatan) segera menaikkan iuran pada bulan depan. Meski demikian, potensi defisit (mismatch) masih terbuka lebar.
Kenaikan iuran penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan penerima upah (PBPU) telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan menuturkan, jika hanya memperhitungkan kenaikan iuran PBI dari Rp 19.225 menjadi Rp 23.000 per bulan, maka besaran mismatch tahun ini sebesar Rp 9,79 triliun.
Selain PBI, PBPU juga mengalami penyesuaian iuran dimana kelas III naik Rp 4.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 30.000 per bulan. Kelas II naik Rp 8.500 dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000 per bulan. Adapun kelas I naik Rp 20.500 dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000 per bulan. Iuran PBPU ini mulai berlaku efektif per 1 April 2016.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan per akhir Februari 2016, total peserta PBPU sekitar 15 juta.
"Total PBPU kelas III sebanyak 7,5 juta peserta," ujar Irfan Humaidi, Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS Kesehatan kepada KONTAN, Sabtu (12/3).
Artinya kenaikan Rp 4.500 per April berpotensi menyumbang pendapatan iuran sebesar Rp 303,750 miliar hingga akhir tahun. Adapun jumlah PBPU kelas II sebanyak 3 juta peserta. Artinya kenaikan iuran PBPU kelas II menyumbang pendapatan iuran Rp 229,5 miliar.
Sementara jumlah PBPU I sebanyak 4,5 juta peserta. Artinya kenaikan iuran PBPU kelas I berkontribusi menambah pendapatan iuran Rp 830,25 miliar. Sehingga total pendapatan atas kenaikan PBPU sejak April hingga akhir tahun mencapai Rp 1,3635 triliun. Dengan demikian, potensi defisit setelah menghitung kenaikan PBPU adalah Rp 9,79 triliun dikurangi Rp 1,3635 triliun. Hasilnya, mismatch hingga akhir tahun sebesar Rp 8,4265 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News