Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna meredam penularan Covid-19 di sisi lain akan memperlambat pemulihan ekonomi yang didorong pemerintah.
Pembatasan tersebut semakin memperlambat sektor-sektor terdampak kembali pulih sehingga debitur perbankan yang direstruktursasi semakin sulit bangkit.
Pemerintah bahkan telah mengumumkan PPKM Level 4 kembali diperpanjang hingga 16 Agustus 2021. Ini tentu berpotensi memperburuk kualitas aset perbankan karena debitur yang sedang diberikan relaksasi restrukturisasi program Covid-19 sehingga masih tetap masuk kolektabilitas lancar bisa turun jadi Non Performing Loan (NPL).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan akan memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang diatur dalam POJK No 4/POJK.03/2020.
Baca Juga: Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19, Proyeksi BRI (BBRI) Bisa Sampai 2024
Berdasarkan aturan tersebut, relaksasi di mana debitur yang direstukturisasi tetap dalam kategori lancar berlaku sampai Maret 2022. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah meminta agar aturan itu diperpanjang sampai Maret 2023.
David Pirzada, Direktur Manajemen Risiko BNI mengatakan, PPKM tentu berdampak memperlambat pulihnya debitur yang dalam proses restrukturisasi, terutama pada segmen kecil dan konsumer.
"Apalagi sebelumnya masih banyak sektor-sektor industri yang belum sepenuhnya pulih. Kondiis debitur perbankan juga belum fully recovery," katanya pada Kontan.co.id, Rabu (11/8).
Walaupun tren restrukturisasi kredit perbankan sudah menurun namun baki debetnya masih cukup besar dimana porsinya sekitar 20%-30% dari total kredit perbankan.
Menurut David, perbankan akan sangat kesulitan jika tidak ada perpanjangan restrukturisasi kredit karena kolektabilitas sebagian debitur bakal turun dan bank mesti menerapkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang sesuai dengan kolektibilitasnya.
Perpanjangan restrukturisasi kredit diharapkan bisa memberi cukup ruang dan waktu bagi dunia usaha untuk bisa pulih kembali sepenuhnya. Namun, David tak menjelaskan bagaiman dampak PPKM sejauh ini terhadap kualitas kredit BNI.
Baca Juga: Restrukturisasi Kredit Perbankan
Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) belum memiliki data dampak PPKM terhadap kualitas kredit perseroan. Agus Sudiarto, Direktur Manajemen Risiko BRI mengatakan, saat ini pihaknya masih terus mencermati efeknya.
"Tapi perlu juga diketahui bahwa kebijakan PPKM ini sangat bagus dalam mengendalikan pandemi Covid-19," ujar pada Kontan.co.id, Kamis (12/8).
Per Juli 2021, outstanding restrukturisasi Covid-19 di BRI mencapai Rp 173 triliun. Agus bilang, angka tersesbut sudah semakin melandai dan dari bulan Juni telah turun sebesar Rp 3 triliun.
Adapun NPL perseroan per Juni 2021 tercatat ada di level 3,3%, naik dari 3,13% pada periode yang sama tahun lalu.
Bank Panin mencatatkan baki debet restrukturisasi kredit per Juli 2021 sebesar Rp 28,89 triliun yang terdiri dari segmen UMKM Rp 6,98 triliun dan non UMKM Rp 21,91 triliun.
Herwidayatmo Presiden Direktur Bank Panin mengatakan, hingga saat ini kebijakan PPKM belum berdampak pada penurunan kualitas kredit perseroan. "Belum (ada kredit restrukturisasi Covid-19 down grade ke NPL," ujarnya
Baca Juga: Restrukturisasi kredit memberikan ruang bagi bank dan dunia usaha untuk bertahan
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) memandang dampak PPKM terhadap penurunan kualitas kredit perseroan pasti ada karena pengembang merasakan penurunan penjualan setelah penutupan operasional kantor.
Namun, Direktur Collection & Asset Management Bank BTN Elizabeth Novi bilang, dampaknya hingga saat ini belum bisa dihitung. Total oustanding restrukturisasi Covid-19 di BTN per Juli mencapai Rp 56 triliun. Sebanyak 1% dari kredit yang direstrukturisasi sudah turun ke NPL.
BTN mendukung usulan perpanjangan restrukturisasi Covid-19 hingga 2023. Hanya saja, perseroan akan tetap konsisten melakukan assessment terhadap debitur yang telah dilakukan restrukturisasi untuk mengetahui proyeksi dan prospek debitur ke depan, apakah bisa bertahan pasca restrukturisasi atau tidak.
"Untuk mengantisipasi risiko debitur yang tidak dapat bertahan pasca restrukturisasi Covid-19, BTN akan melakukan pencadangan yang lebih besar," kata Novie.
Sementara Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, PPKM secara umum dapat berdampak pada produktivitas ekonomi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas kredit perbankan.
Bila PPKM berlangsung dalam jangka panjang maka kekuatan dan kemampuan cashflow perusahaan memenuhi kewajibannya akan semakin tergerus yang dapat berdampak pada peningkatan NPL
Baca Juga: Sejumlah bank catatkan kenaikan margin bunga bersih semester I, ini sebabnya
Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri pada 29 Juli 2021 lalu mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penilaian terhadap potensi dampak PPKM darurat terhadap kualitas aset.
Namun, perseroan sudah melakukan antipasi penurunan kualitas kredit serta potensi pemburukan aset setelah program restrukturisasi Covid-19 berakhir dengan pencadangan.
Oustanding restrukturisasi Covid-19 Bank Mandiri per Juni 2021 mencapai Rp 96,5 triliun di mana 59,3% merupakan kredit berisiko rendah, 29,6% berisiko menengah dan 11,2% berisiko tinggi.
Sedangkan kualitas kredit Bank Mandiri semakin membaik. NPL gross per Juni 2021 tercatat 3,08%, turun 21 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun lalu di level 3,28% dan juga turun dari Desember 2020 di level 3,09%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News