Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - Kementerian Keuangan menegaskan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang berlaku mulai Januari 2025 tidak menyebabkan inflasi tinggi.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis pada 21 Desember 2024.
“Berdasarkan hitungan pemerintah, inflasi saat ini rendah di angka 1,6%. Dampak kenaikan PPN 11% menjadi 12% adalah 0,2%,” jelas Febrio.
Pemerintah berkomitmen menjaga tingkat inflasi tetap rendah sesuai target APBN. Kementerian Keuangan mematok target inflasi sebesar 2,5% year on year (YoY) dengan deviasi 1,0% pada 2025 hingga 2027 mendatang.
Artinya, inflasi ditargetkan berada di kisaran 1,5%-3,5% selama tiga tahun ke depan. Dengan peningkatan inflasi sebesar 0,2% akibat kenaikan PPN, laju inflasi masih berada dalam rentang target pada 2025.
Kemenkeu juga menyatakan dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan dan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2024 akan tetap tumbuh di atas 5,0%.
“Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%,” kata Febrio.
Guna menjaga daya beli masyarakat dan mempertahankan kestabilan inflasi, pemerintah telah menyiapkan paket insentif ekonomi bagi masyarakat. Di antaranya, bantuan 10 kg beras selama bulan Januari dan Februari 2025 bagi 16 juta keluarga tidak dan kurang mampu.
Pemerintah juga menanggung 1% PPN untuk tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita selama satu tahun sehingga ketiga barang yang banyak digunakan masyarakat ini hanya dikenakan PPN 11%.
Sejumlah insentif juga digelontorkan untuk membantu kelas menengah, yakni diskon 50% untuk tagihan listrik berdaya 2200 VA atau lebih rendah selama dua bulan pertama tahun 2025. Selain itu, pemerintah melanjutkan diskon PPN DTP untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar. Diskon ini diberikan atas Rp2 miliar pertama sebesar 100% untuk bulan Januari-Juni 2025 dan 50% untuk bulan Juli-Desember 2025.
Sektor UMKM pun memperoleh beberapa stimulus seperti pembebasan kewajiban membayar PPh bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. Tarif PPh Final 0,5% bagi UMKM yang telah berakhir pada tahun 2024 diperpanjang hingga tahun 2025. Sementara itu, UMKM lainnya tetap bisa menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai PP 55/2022.
Kepala Ekonom Bank Permata Joshua Pardede pun meyakini kondisi inflasi Indonesia dapat terjaga tetap rendah meski tarif PPN naik menjadi 12%. Ia menyebut inflasi konsumsi rumah tangga yang lebih luas akan minimal karena barang kebutuhan pokok seperti beras biasa, gula, dan susu segar tetap dibebaskan dari PPN.
“Inflasi volatile food mengalami penurunan akibat stabilisasi harga pangan, yang juga didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah untuk menjaga suplai dan subsidi pangan. Hal ini mengimbangi potensi tekanan inflasi akibat kenaikan PPN,” tutur Joshua kepada Tim Kontan.
Selain itu, pemerintah memberikan insentif signifikan dalam bentuk pembebasan PPN pada beberapa sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan UMKM. Total insentif perpajakan PPN diproyeksikan mencapai Rp265,6 triliun pada 2025.
“Kebijakan ini membantu mempertahankan daya beli masyarakat secara keseluruhan, meskipun terjadi kenaikan tarif PPN,” tandasnya.
Selanjutnya: Donald Trump Tunjuk Mantan Pemain Sepak Bola Ini Pimpin Dewan Kripto
Menarik Dibaca: Prakerja dan Pembelajaran Fleksibel, Kunci Sukses SDM Indonesia di Masa Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News