Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Guna meningkatkan lini bisnis ini, Nicolaus bilang bakal mengoptimalkan penjualan melalui media online, agen, dan broker. Ia bilang perusahaan mulai fokus mempertahankan premi yang ada. Salah satu caranya adalah memperbanyak jualan di daerah lantaran ACPI memiliki 37 kantor cabang yang tersebar luas di seluruh Indonesia.
Berbeda dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo mampu meningkatkan lini bisnis properti saat pandemi Covid-19 terus meluas.
Baca Juga: Punya 2,7 juta nasabah, Astra Life tetap kembangkan produk asuransi
Direktur Pengembangan Bisnis Jasindo Diwe Novara menyatakan pendapatan pada lini bisnis ini senilai Rp 195 miliar hingga Maret 2020. Nilai itu tumbuh 115,23% year on year (yoy) dibanding Maret 2019 yang sebesar Rp 90,6 miliar.
“Kenaikan pendapatan premi properti didorong oleh transformasi yang dilakukan Jasindo di semua aspek mulai dari perubahan bisnis yang sebelumnya product focus berubah menjadi customer focus. Ditambah dengan perusahaan yang lebih fokus kepada line of business yang lebih profitable yaitu properti,” ujar Diwe kepada Kontan.co.id.
Diwe menyatakan pendapatan lini bisnis properti ke depan akan tertekan oleh dampak Covid-19. Namun ia melihat tidak akan terlalu besar dampaknya kepada portofolio bisnis asuransi properti Jasindo.
“Lantaran portofolio kita didominasi oleh korporasi besar yang tetap akan mengasuransikan asetnya dalam situasi covid, yang jelas akan berpengaruh adalah cashflow dari penerimaan premi mengingat kami yakin semua klien korporasi kami meminta reschedule pembayaran premi,” jelas Diwe.
Baca Juga: Ini protokol kesehatan untuk pengelola dan penumpang moda transportasi
Pada tahun ini, Jasindo menargetkan dapat meraup pendapatan premi dari lini properti senilai Rp 1,9 triliun. Oleh sebab itu, Jasindo bakal lebih fokus lagi pada lini bisnis properti.
Asal tahu saja, penurunan lini bisnis properti menjadi pemberat kinerja asuransi umum pada kuartal 1-2010. Hingga Maret 2020, pendapatan premi senilai Rp 19,84 triliun. Nilai itu hanya tumbuh 0,4% yoy dari Maret 2019 senilai Rp 19,76 triliun.