kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Rasio pembiayaan bermasalah non-UMKM di bank syariah masih tinggi


Senin, 11 Juni 2018 / 17:34 WIB
Rasio pembiayaan bermasalah non-UMKM di bank syariah masih tinggi
ILUSTRASI. Uang rupiah


Reporter: Yoliawan H | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) segmen non-UMKM atau pembiayaan komersial dan korporasi perbankan syariah rata-rata di atas 4%

Dengan rincian per Maret 2018 NPF, pembiayaan non-UMKM untuk pembiayaan modal kerja sebesar 4,70% dan NPF non-UMKM pembiayaan investasi 4,95%.

Sebagai perbandingan, di Maret 2017 NPF pembiayaan non-UMKM untuk modal kerja sebesar 6,29% dan NPF non-UMKM pembiayaan investasi 3.92%.

Adapun, pembiayaan yang telah disalurkan perbankan untuk segmen Non-UMKM modal kerja per Maret 2018 sebesar Rp 60,03 triliun. Untik segmen non-UMKM Investasi sebesar Rp 46,07 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Pandji Djajanegara, Direktur Syariah Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk menjelaskan, ada beberapa faktor umum yang mempengaruhi masih tingginya NPF non-UMKM perbankan syariah seperti funding cost perbankan syariah rata-rata lebih tinggi dibanding konvensional, sehingga kemungkinan besar mendapatkan nasabah dengan tingkat kualitas dan risiko yang lebih tinggi.

Secara permodalan, perbankan syariah lebih kecil. Akibanyta, kalau ada permasalahan dengan nasabahnya, maka opsi penyelesaian seperti write off akan menjadi lebih sulit.

“Infrastruktur dan produk yang dimiliki perbankan syariah umumnya juga lebih terbatas sehingga terkadang mengurangi minat nasabah-nasabah yang memiliki rating dan kualitas bagus untuk masuk ke bank tersebut,” ujar Pandji kepada Kontan.co.id belum lama ini.

Menurutnya, sinergi bank syariah dengan induk usahanya menjadi sangat penting di kondisi saat ini. Terlebih, masih banyak bank syariah yang secara permodalan masih belum besar. Tercatat bank syariah yang masuk ke kelompok bank BUKU III dengan modal minimum Rp 5 triliun hanya satu bank.

Kendati demikian, Bank CIMB Niaga Syariah telah menyiapkan strategi untuk masuk kepada pembiayaan korporasi dan komersial agar berkualitas yakni setiap tahun bank sudah merencanakan akan masuk ke industri apa saja dan industri apa yang akan dikurang portfolionya.

“Jangan menggagap bank induk sebagai pesaing, tapi anggap saja kita ini untuk melengkapi bank induk. Prakteknya, cari nasabah bank induk yang sudah terbukti memiliki kualitas dan rating yang baik, dan explore menawarkan produk syariah yang tidak bisa ditawarkan oleh perbankan konvensional,” ujar Pandji.

Pandji mengatakan, total pembiayaan korporasi dan komersial di CIMB Niaga Syariah per Maret 2017 adalah 49% dari total pembiayaan. Targetnya sampai akhir tahun dapat naik hingga 55%.

Sebagai gambaran hingga April 2018, pembiayaan CIMB Niaga Syariah mencapai Rp 16,78 triliun atau tumbuh 45,91% yoy dari tahun sebelumnya sebesar Rp 11,50 triliun. Dari sisi kualitas pembiayaan, NPF korporasi untuk CIMB Niaga Syariah per posisi maret 2018 adalah 0% sementara untuk komersial adalah 1,75%.

Disisi lain, Dhias Widhiyati, Direktur Bisnis SME dan Komersial PT Bank Negara Indonesia Syariah menjelaskan, sesuai dengan data Statistik Perbankan Syariah, tercatat posisi Maret 2018, NPF Industri Syariah untuk segmen Non UMKM sebesar 4,81%.

Angka tersebut lebih tinggi dibanding NPF industri Perbankan Syariah secara keseluruhan yang mencapai 3,86%, meskipun lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,32%.

Relatif tingginya NPF segmen ini dikarenakan beberapa sektor usaha yang mengalami perlambatan pertumbuhan, penurunan omset usaha nasabah. Beberapa sektor yang memiliki NPF cukup tinggi antara lain sektor Pertambangan dan sektor Industri Pengolahan.

“Di internal BNI Syariah, Alhamdulillah
pertumbuhan Pembiayaan segmen non UMKM BNI Syariah per Maret 2018 mencapai 25,6% yoy,” ujar Dhias.

Dhias menambahkan, sementara itu NPF untuk segmen non-UMKM per Maret 2018 sebesar 2,38% dan diproyeksikan pada akhir tahun masih tetap dapat dijaga di level tersebut.

Menurutnya, mitigasi risiko yang dilakukan untuk mempertahankan dan terus memperbaiki kualitas di segmen non UMKM antara lain dengan ekspansi pembiayaan pada sektor yang minim resiko seperti di konstruksi infrastruktur, Jasa Sosial Masyarakat (Rumah Sakit dan Pendidikan) serta Jasa dunia usaha lainnya (Transportasi dan Persewaan).

“Secara intensif menjaga kualitas pembiayaan atas portfolio yang ada melalui penerapan traffic light monitoring system, monitoring nasabah watchlist dan intensifikasi remedial and recovery,” jelas Dhias

Serta melakukan penyelamatan nasabah yang masih memiliki 3 pilar yakni kredibilitas manajemen, kemampuan membayar dan agunan melalui restrukturisasi pembiayaan.

Sekadar informasi, per Maret 2018, outstanding pembiayaan Non-UMKM BNI Syariah mencapai Rp 6,50 triliun atau naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 5,17 triliun.

Sedangkan NPF non-UMKM BNI Syariah per Maret 2018 untuk sektor Pertambangan 0,92% dan sektor Industri Pengolahan sebesar 3,46% lebih rendah dibanding industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×