Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya menerbitkan aturan baru mengenai penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia. Aturan yang dimaksud yakni berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 yang merevisi aturan sebelumnya, yakni PBI Nomor 18/17/PBI/2016. Aturan yang baru itu, berlaku sejak diundangkan tanggal 4 Mei 2018 lalu.
Aturan yang baru ini, terdapat 15 pokok utama kebijakan. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menyebut, 15 pokok kebijakan yang dimaksud, yaitu berupa prinsip penyelenggaraan uang elektronik, terutama agar tidak menimbulkan risiko sistemik.
"Kami harapkan penyelenggara uang elektronik yang meminta izin adalah penyelenggara dengan kondisi keuangan yang sehat dan pengaturan dikeluarkan dalam rangka terus meningkatkan perlindungan konsumen," kata Onny, Senin (7/5).
Usaha ini juga harus bermanfaat bagi perekonomian Indonesia, untuk produktivitas, stabilitas, dan inklusif dengan tetap mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kedua, kebijakan ini juga mengatur mengenai uang elektronik open loop atau dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran di berbagai penyedia barang dan jasa dan close loop atau hanya dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran di tempat penerbitnya sendiri.
Onny menegaskan, bahwa penyelenggara uang elektronik wajib memperoleh izin dari BI, kecuali uang elektronik close loop dengan jumlah dana float (dana menganggur di uang elektronik) kurang dari Rp 1 miliar yang hanya wajib lapor.
"Jadi pengaturan uang elektronik dilakukan secara proporsional dengan melihat bisnis penyelenggara, serta mengakomodir para pelaku start up," tambahnya.
Ketiga, PBI itu juga mengatur mengenai pengelompokan penyelenggara jasa sistem pembayaran berupa front end atau yang dekat dengan pelanggan atau merchant dan back end atau principal.
Tak hanya itu, kebijakan ini juga mencakup persyaratan umum penyelenggara uang elektronik, mengatur minimum modal yang disetor, komposisi saham penerbit, dan representation dan warranties.
Kebijakan ini juga mencakup fit and proper test, kepemilikan tunggal, holding periode, dana float, cross border transaction, peningkatan limit uang elektronik, pengawasan integrasi, hingga masa peralihan bagi pihak yang diatur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News