Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Di luar itu, alasan lain perbankan masih setengah hati menurunkan bunga kredit yakni disebabkan oleh permintaan kredit yang masih cenderung pelan. Khususnya dari sebagian sektor ekonomi yang kembali dipengaruhi oleh faktor global seperti isu virus corona. Praktis, hal ini pun mempengaruhi perekonomian Tiongkok dan global dan sangat berpotensi berdampak pada beberapa sektor ekonomi Indonesia yang bergantung pada ekspor dan impor.
Beberapa sektor tersebut antara lain manufaktur, perdagangan dan pariwisata serta sektor turunannya. Sementara dari sisi sektoral, sektor dengan profitabilitas penurunan yang paling signifikan ke depannya adalah transportasi, penyimpanan dan komunikasi. "Hal ini didorong pertumbuhan kredit yang relatif tinggi dibanding sektor lainnya," lanjut Josua.
Baca Juga: Allianz Life gandeng Maybank berikan perlindungan asuransi jiwa berjangka menurun
Namun, kemampuan bank untuk menjaga kualitas aset masih sangat kuat. Terbukti dari tingkat non performing loan (NPL) yang relatif rendah sebesar 2,09%. Mengecilnya tingkat risiko kredit ini bisa menjadi kesempatan bank untuk kembali menurunkan suku bunga di beberapa sektor.
Tidak berhenti sampai di situ, ekonomi rill Indonesia pada 2019 masih positif. Seperti sektor transportasi dan komunikasi yang tumbuh sebesar 9,3% jauh melebihi pertumbuhan ekonomi secara umum. Sektor ini juga berandil pada 0,49 poin dari pertumbuhan ekonomi tahun 2019 lalu.
Josua memandang tetap optimis suku bunga kredit bakal layu. Khususnya di sektor transportasi dan ekonomi. Pada sektor ini rata-rata suku bunga sudah turun 46 bps, salah satu penurunan yang tertinggi. "Penurunan suku bunga pada sektor ini akan menjadi salah satu yang signifikan di kuartal I ini seiring dengan pertumbuhan risiko yang semakin rendah di sektor ini," tegasnya.
Baca Juga: Paling tinggi cuma 6,5%, tengok penawaran bunga deposito terbaru bank-bank ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News