kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah tepar, NPL berkibar


Selasa, 25 Agustus 2015 / 09:31 WIB
Rupiah tepar, NPL berkibar


Reporter: Dea Chadiza Syafina, Galvan Yudistira | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Mengawali pekan ini, nilai tukar rupiah kembali terpuruk. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, hingga akhir penutupan pasar, Senin (24/8), rupiah turun 0,74% ke level Rp 13.998 per dollar AS dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Di pasar spot, mengutip data Bloomberg hingga pukul 15.59 WIB, rupiah sudah tergolek di posisi Rp 14.050 per dollar AS, turun dari sebelumnya Rp 13.941. Kondisi ini tak pelak memaksa perbankan berkaca lagi soal ketahanan fundamentalnya.

Untuk mengukur daya tahan, sejumlah bank melakukan uji ketahanan (stress test) dengan skenario terburuk pelemahan nilai tukar.

Semisal Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mengaku menerapkan stress test dengan asumsi jika rupiah terjungkal ke posisi Rp 16.000. Sunarso, Wakil Direktur Utama BRI mengungkapkan, jika kondisi itu benar-benar terjadi, diprediksi rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) gross BRI bisa mencapai 2,5%. Hingga medio tahun 2015, NPL BRI berada di kisaran 2,2%.    

Sunarso yakin, pelemahan nilai tukar tidak akan terlalu banyak berpengaruh bagi bisnis BRI. Sebab, penopang utama bisnis BRI berasal dari kredit mikro berdenominasi rupiah.

Dari total penyaluran kredit BRI, hanya 20% yang mengalir ke korporasi dan hanya sedikit dalam bentuk valas. "LDR Valas BRI baru 60%. Kalau dengan perhitungan LFR, maka angkanya lebih rendah lagi," ujar Sunarso, akhir pekan lalu.

Beda kondisi

Direktur Keuangan Bank Internasional Indonesia (BII), Thilagavathy Nadason menyatakan, BII dalam waktu dekat akan melakukan stress test ulang, kali ini dengan asumsi rupiah di level Rp 16.000. Kata dia, BII masih  memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) cukup aman, meski rupiah turun hingga Rp 14.500.

"Saya tidak khawatir. Yang lebih penting adalah agar masyarakat dan pengusaha tidak panik. Sebab kondisi tahun ini  sangat berbeda dengan tahun 1998," kata Thila, seusai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) Senin (24/8).

Thila merinci, loan to funding ratio (LFR) valas BII hanya sebesar 58%. Sebab, BII memang hanya menyalurkan kredit valas kepada perusahaan yang memiliki pendapatan dalam valas.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nelson Tampubolon  meminta perbankan mencermati hasil stress test. "Jika CAR bank tipis, ya bank harus ancang ancang,” imbuh Nelson.

Dia menambahkan, standarnya bank harus mempunyai CAR minimal 8%. Namun dengan beberapa profil risiko yang ditambahkan, CAR minimal bisa menjadi 14%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×