Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham-saham bank milik Danantara makin tak bertenaga. Bahkan, dalam sebulan terakhir di mana banyak kebijakan yang konon mendorong fundamental bank tak cukup membuat sahamnya berbalik arah.
Seperti diketahui, dalam sebulan saja sudah banyak kebijakan yang menyangkut bank milik negara. Mulai dari tambahan likuiditas senilai Rp 200 triliun, penyaluran KUR Perumahan, hingga yang terbaru rencana kenaikan bunga deposito valas jadi 4%.
Sayangnya, saham bank pelat merah justru makin tersungkur. Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) jadi yang paling dalam mengalami koreksi di mana secara year to date sudah turun 22,46% menjadi Rp 4.420 per saham. Bahkan, sebulan terakhir melorot 10,71%.
Tak hanya itu, investor asing pun terlihat masih betah keluar dari mayoritas saham bank milik Danantara ini. BMRI juga masih mencatatkan yang paling banyak perihal keluarnya investor asing yaitu mencapai Rp 16,76 triliun sejak awal tahun atau Rp 4,3 trilun dalam sebulan terakhir.
Loyonya saham bank milik negara ini juga terjadi pada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang sejak awal tahun sudah turun 3,91% menjadi Rp 4.180 per saham. Di mana, investor asing juga mencatatkan jual bersih senilai Rp 4,14 triliun.
Menyusul, ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang selama 2025 ini sudah turun 0,98% menjadi Rp 4.040. Bedanya, investor asing sudah mulai masuk ke BBRI dengan catatan net buy senilai Rp 1,04 triliun sejak awal tahun.
Baca Juga: Banyaknya Tugas dari Pemerintah Ikut Menekan Kinerja Saham Bank BUMN
Melihat hal tersebut, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengungkapkan bahwa jika berbicara terkait sektor perbankan, tentu ada kaitannya dengan kondisi ekonomi makro. Dalam hal ini, ia melihat saham bank, terutama bank-bank danantara ini mendapat sentimen negatif terkait pergantian Menteri Keuangan.
Ia bilang saat ini investor asing masih keraguan dengan kebijakan fiskal dari Menteri Keuangan yang baru. Terlebih, terkait disiplin fiskal dan implementasi kebijakannya.
Misalnya, terkait pemindahan likuiditas senilai Rp 200 triliun ke bank pelat merah. Menurutnya, kebijakan tersebut tujuannya positif namun realisasinya menimbulkan keraguan. Menurutnya, akan sulit dengan hanya suntikan dana saja bisa mendorong kredit.
"Dikhawatirkan akan mendorong penyaluran tingkat kredit tapi dengan menurunkan kualitas aset. Ini yang menjadi perhatian pelaku pasar dan investor," ujar Nico.
Oleh karenanya, ia menilai saat ini investor akan lebih cari aman dengan melihat terlebih dahulu implementasinya. Ditambah, menunggu hasil kinerja perbankan di kuartal III/2025 akan seperti apa.
Sependapat, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi mengungkapkan bahwa tambahan likuiditas dari pemerintah cenderung memberikan Kekhawatiran kualitas penyaluran kredit. Alhasil, investor akan cenderung lebih berhati-hati.
Baca Juga: Danantara Diisukan Bakal Akuisisi Saham Bank Syariah Indonesia (BRIS) dari Bank BUMN
"Pasar melihat ini sebagai modal kerja sifatnya sementara atas penempatan berimbal hasil rendah, dampak profit bank jangka panjang tetap terbatas," ujar Audi.
Tak hanya itu, Audi turut melihat investor asing ini menilai ada risiko kebijakan fiskal atau kelembagaan. Di mana, itu memunculkan pertanyaan tentang alokasi, transparansi, dan potensi intervensi politik.
Di sisi lain, ia turut menyoroti kebijakan terbaru terkait wacana menaikkan suku bunga deposito valas. Menurutnya, ini justru memberikan resiko margin, dari cost of fund, dalam jangka pendek hingga menengah.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengungkapkan memang dengan adanya kenaikan bunga deposito valas ini membuat biaya yang ditanggung oleh bank bisa bertambah. Namun, ia optimistis itu tak kan berdampak signifikan.
"Fundamental perbankan masih solid," ujar Nafan.
Rekomendasi Saham
Dengan berbagai kondisi tersebut, Audi masih melihat peluang untuk saham-saham bank milik danantara ini kembali bangkit. Terutama, ia merekomendasikan BMRI dengan target harga Rp 5.600, lalu BBNI dengan target harga Rp 5.000 dan BBRI di harga Rp 4.250.
Adapun, ia menyebutkan ada potensi kebangkitan seiring dengan era suku bunga rendah. Di mana, baik itu Bank Indonesia maupun The Fed mulai rajin menurunkan suku bunga acuan.
"Dengan catatan kebijakan itu menciptakan efek multiplikatif likuiditas dan penurunan cost of fund,sehingga margin bunga akan cendeung membaik," ujarnya.
Sedikit berbeda, Nico justru belum merekomendasikan untuk saham-saham bank milik negara ini. Ia justru merekomendasikan saham big banks lainnya yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang saat ini ada di harga Rp 7.625.
"BBCA saja kalau big banks, kalau yang lain takut karena ada beban juga (bank negara)," ujar Nico.
Baca Juga: Dana Jumbo Rp 200 Triliun Masuk Bank BUMN, Begini Dampaknya ke Pasar Saham
Selanjutnya: GPEI: Pelemahan Rupiah Jadi Momentum Eksportir Perbanyak Volume
Menarik Dibaca: Nasi Bebek Ibu Chotijeh, Antrean Panjang di Pasar Baru Sejak 2016
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News