Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Instrumen Sertifikat Bank Indonesia (BI) masih menjadi pilihan utama bagi bank untuk membiakkan cuan dari ekses likuiditas yang mereka miliki. Alasannya, apalagi jika bukan karena masih menariknya imbal hasil alias yield dan karakter SBI yang bebas risiko. Hal ini terungkap dalam hasil survei perbankan paling mutakhir yang digelar BI.
Hasil survei perbankan yang digelar oleh Bank Indonesia (BI) di setiap triwulan ini menggunakan sampel yang dilakukan secara purposif terhadap 43 bank umum yang berkantor pusat di Jakarta yang mewakili sekitar 80% dari nilai total kredit bank secara nasional. "Instrumen SBI masih menjadi pilihan utama bagi bank dalam menempatkan kelebihan likuiditasnya, diikuti dengan fasilitas moneter lainnya seperti Fasilitas SBI (FaSBI), dan pasar uang antar bank," tulis BI dalam publikasi hasil riset yang dikutip oleh KONTAN, Selasa (12/10).
SBI masih menjadi favorit karena karakter instrumen tersebut sejauh ini masih terbilang seksi. Betapa tidak, imbal hasil yang ditawarkan tidak jauh dari suku bunga acuan atau di kisaran 6,5%, selain itu SBI merupakan instrumen bebas risiko karena kemungkinan BI sebagai penerbit berstatus default boleh dikata mustahil terjadi.
Saat ini SBI ditawarkan BI dalam berbagai macam pilihan tenor yakni mulai dari tiga bulan, enam bulan, dan sembilan bulan. SBI tenor satu bulan sudah dihapuskan dan diganti dengan instrumen term deposit.
Setelah SBI, bank menempatkan kelebihan likuiditasnya di FaSBI, dan pasar uang antar bank. "Pilihan keempat baru obligasi pemerintah," tulis BI.
Data BI sampai 1 Oktober mencatat, dari total outstanding SBI senilai Rp 252 triliun, posisi SBI tenor 3 bulan mencapai Rp 150 triliun, lalu untuk tenor 6 bulan sebesar Rp 97 triliun, sedangkan instrumen baru SBI bertenor 9 bulan baru sebesar Rp 4 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News