kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah Fintech P2P Lending Dihadapkan Masalah Kredit Macet yang Membengkak


Sabtu, 06 Januari 2024 / 17:28 WIB
Sejumlah Fintech P2P Lending Dihadapkan Masalah Kredit Macet yang Membengkak
ILUSTRASI. Sejumlah fintech peer to peer (P2P) lending dihadapkan pada permasalahan kredit macet membengkak. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo .

Febry juga mengungkapkan tangkapan layar balasan Investree terkait keluhan gagal bayar tersebut kepada Kontan.co.id. Terlihat, tim Investree hanya berjanji dan mengulang-ulang pernyataan terkait pengembalian dana Febry.

Salah satu e-mail balasan Investree kepada Febry menyampaikan bahwa pihak Investree telah melakukan penagihan kepada PT SPM yang menjadi borrower agar melakukan pembayaran cicilan yang telah disampaikan sebelumnya. 

"Namun, karena kondisi perusahaan belum optimal, perusahaan belum bisa membayarkan sepenuhnya dan baru bisa membayar cicilan lebih kecil pada 30 November 2023 dari nominal cicilan sebelumnya. Adapun rencana pembayaran pada Desember 2023, tim Investree menekan kepada direksi PT SPM untuk membayarkan tunggakan dengan optimal dan mengoptimalkan pembayaran dari segala sumber yang tersedia," tulis tim Investree dalam e-mail tersebut.

Tim Investree juga menyampaikan kepada Febry untuk menunggu pemberitahuan selanjutnya terkait proses penagihan terhadap borrower. Disebutkan Investree juga akan memberikan upaya terbaik dalam proses penagihan serta melakukan pemantauan secara intensif untuk memastikan pendanaan Febry dapat segera terbayarkan.

Febry mengatakan dirinya juga telah melaporkan permasalahan itu kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi hasilnya masih nihil. Dia juga menyebut sudah ratusan lender coba melapor hal itu, tetap masih nihil hasil pengembalian.

"OJK sempat menanggapi, tetapi hanya dikembalikan oleh Investree untuk berdiskusi dengan lender. Jawabannya, saya disuruh sabar," katanya mengungkapkan balasan OJK.

Febry juga menyampaikan bahwa Investree sempat menanggapi laporan OJK tersebut. Akan tetapi, hanya disuruh untuk sabar menunggu upaya dari pihak Investree dalam penagihan.

Dia pun menyayangkan tak transparannya Investree dalam menginformasikan dana yang disalurkan kepada borrower. Dia pun menyebut ada 11 pendanaan yang disalurkan kepada borrower Investree.

"Logikanya, borrower kerja pinjam uang tidak progress, apakah tidak ada pemantauan dari internal Investree? Sampai loss begitu besar TKB90 di bawah 90%," ujarnya.

Febry pun mengatakan para lender juga sudah berniat untuk menempuh jalur hukum agar permasalahan tersebut bisa cepat terselesaikan.

Di sisi lain, lender fintech iGrow yang tengah menempuh jalur hukum menuntut haknya juga mengaku belum mendapatkan pengembalian dana dari perusahaan tersebut. Pengacara para lender iGrow yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Rifqi Zulham menyampaikan kliennya sama sekali belum mendapatkan haknya.

"Belum ada. Bahkan, proyek lender yang membeli asuransi, yang mana akan menjamin pengembalian kerugian para lender yang gagal bayar juga tidak ada yang cair," katanya.

Rifqi pun bersikukuh bahwa kliennya akan tetap menempuh jalur hukum sampai hak mereka bisa didapatkan sepenuhnya. Sebab, permasalahan tersebut sudah berlarut-larut tak terselesaikan.

Adapun Investree belum menanggapi pertanyaan yang disampaikan Kontan hingga berita ini diturunkan, sedangkan Danamas tidak berkenan untuk mengomentari permasalahan kredit macet tersebut. 

Aturan Baru OJK Diharapkan Jadi Obat

Melihat kondisi meningkatnya kredit macet sejumlah fintech P2P lending, Sekretaris Jenderal AFPI Tiar Karbala menyampaikan penguatan aturan yang baru-baru ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat mengurangi risiko over leverage bagi calon peminjam yang cenderung meminjam dari banyak platform fintech secara bersamaan. 

Adapun OJK telah mengeluarkan berbagai aturan baru terkait fintech P2P lending yang tertuang dalam dalam SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

Baca Juga: Kenaikan Kredit Bermasalah UMKM Berlanjut, Bank Optimistis Bisa Jaga Rasio NPL

Tiar berpendapat aturan baru yang dikeluarkan OJK tersebut salah satunya bertujuan untuk membatasi jumlah pinjaman yang dapat diakses oleh individu. Dengan demikian, dapat mengurangi risiko gagal bayar dan kelebihan utang yang berpotensi terjadi. 

"Selain itu, pembatasan pinjaman yang tertuang dalam aturan itu juga berpotensi meningkatkan kualitas pinjaman dengan menarik peminjam yang lebih bertanggung jawab dan berkualitas karena peminjam harus lebih selektif dalam memilih platform untuk meminjam. Dengan demikian, diharapkan bahwa kualitas portofolio pinjaman dapat meningkat secara keseluruhan, menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi para peminjam dan platform fintech," katanya.

Sementara itu, Pengamat Nailul Huda tak memungkiri aturan baru dari OJK yang berlaku mulai tahun ini kemungkinan bisa menjadi obat dari permasalahan yang menerpa industri fintech peer to peer lending.

"Seharusnya bisa menjadi obat, tetapi kuncinya harus memperbaiki sistem credit scoring-nya juga," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×