kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sektor kredit yang dipandang bakal terkena dampak virus corona versi bankir


Minggu, 16 Februari 2020 / 23:54 WIB
Sektor kredit yang dipandang bakal terkena dampak virus corona versi bankir
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi di Bank BNI, Jakarta, Senin (27/1). Bank Indonesia memproyeksi kredit perbankan akan tumbuh di angka 10% hingga 12% pada tahun 2020. Proyeksi tersebut meningkat dari realisasi pertumbuhan kredit perbankan 2019 yang mencapai 6,08%. KON


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Situasi ekonomi global yang tengah diguncang saat ini membuat perbankan harus lebih ekstra menggawangi rasio non performing loan (NPL). Tentunya, tiap bank memiliki mitigasi tersendiri untuk tetap dapat menurunkan NPL guna mencapai perolehan kinerja yang lebih positif di tahun 2020.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya yang menargetkan posisi rasio NPL gross akan dijaga di kisaran 2%. Sementara NPL net dipastikan akan di bawah 1%. Jauh lebih optimistis dibandingkan perolehan NPL gross BNI sebesar 2,3% di 2019.

Namun, Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengatakan seluruh target itu telah memperhitungkan dinamika ekonomi internal dan eksternal, termasuk kemungkinan efek negatif dari penyebaran virus corona (Covid-19).

Baca Juga: Gara-gara virus corona, Hotel Radhana Kuta targetkan pertumbuhan maksimal 7%

"Kami sudah melakukan pengkajian kemungkinan efek negatif dari coronavirus outbreak sejak awal Februari 2019 lalu," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2).

Menurut Herry, potensi efek negatifnya bakal menimpa sektor manufaktur. Sebab, mayoritas bahan baku, bahan setengah jadi dan barang jadi di Indonesia memang impor dari China.

Nah, perlambatan di sektor manufaktur ini menurut analisa BNI juga bakal berlanjut ke sub-sektor farmasi atau kesehatan, kecantikan, hingga besi dan baja.

Selain itu sektor pariwisata dan turunnya seperti penerbangan, perhotelan, perdagangan, restoran dan hiburan juga akan terkena dampak. Tidak berhenti pada sektor itu, kajian internal BNI juga meramal bakal adanya perlambatan ekonomi dari sektor komoditas perkebunan terutama minyak sawit, pertambangan seperti batubara, nikel, bauksit dan tembaga.

Baca Juga: Industri reksadana tersengat kasus EMCO yang gagal bayar, ini yang dilakukan OJK

Sektor ekspor dan impor dari dan ke China serta dari negara-negara lain yang terkoneksi dengan China seperti transportasi hingga keuangan tampaknya juga bakal merasakan dampak negatif. Secara, China memang diakui sebagai global manufacture supply chain. "Kami sudah menyiapkan beberapa strategi untuk menghadapi situasi terburuk sekalipun," tegasnya.

Bank berlogo 46 ini mengatakan, secara garis besar pihaknya akan tetap ekspansif dengan lebih pruden terutama ke sektor-sektor tersebut. Sambil menjalankan strategi ini, BNI juga akan menjaga kualitas aset agar loan at risk (LaR) bisa tetap terjaga pada level single digit dengan tren menurun.

"Di tahun ini BNI akan memperkuat pengeloaan kualitas aset kredit melalui enhancement tools penyaluran kredit, risk rating dalam proses penilaian debitur dan monitoring debitur secara lebih intensif," imbuhnya.

Dus, dengan demikian bank bersandi bursa BBNI ini yakin kinerja keuangan di 2020 masih akan sejalan dengan target.

Baca Juga: Ini sektor yang perlu dihindari bank di awal tahun 2020

Bukan hanya bank besar saja, bank menengah seperti PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) rupanya juga sudah menyiapkan strategi penjagaan NPL. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha mengatakan pihaknya juga akan lebih selektif memberikan kredit, terutama untuk kredit korporasi.

Bank bersandi bursa BJTM ini mengarahkan kebijakan penyaluran kredit korporasi ke program prioritas pemerintah saja. Seperti pembangunan infrastruktur terutama jalan tol dan mendorong kredit usaha mikro, kecil dan menengah.

"Target kami cenderung stabil melihat risiko bisnis, terutama bisnis ekspor impor bahan baku dari China," katanya.

Walhasil, Bank Jatim menargetkan posisi NPL akan ada di kisaran 2,72% tahun ini atau membaik dari posisi 2,77% di Desember 2019 lalu. Walau ancaman ekonomi global sangat nyata, bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini belum mencatatkan adanya kenaikan NPL di awal tahun 2020.

Sama seperti dua bank sebelumnya, bank kecil seperti PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) juga belum mencatat kenaikan NPL di awal tahun ini. Direktur Kepatuhan BWS I Made Mudiastra mengungkap bahwa NPL perseroan di awal tahun ini masih akan terjaga di 1,64%.

Baca Juga: Daftar Positif Investasi tak kunjung terbit, Kemenko: Sudah tahap finalisasi

Kendati demikian, memang ada potensi kenaikan NPL, namun bukan dari sektor yang dikhawatirkan terkena imbas perlambatan ekonomi global seperti manufaktur. "NPL awal tahun kebanyakan akibat telat bayar di sektor multifinance," katanya.

Di sisi lain, Made meramal di iklim ekonomi saat ini, bank kecil bakal merasakan imbas perlambatan pula khususnya di sektor perdagangan. "NPL tahun ini kami jaga di 1,7% sampai 1,8%. Saat ini di Februari masih 1,64%," singkatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×