kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sepanjang 2018, OJK bekukan 15 perusahaan multifinance


Minggu, 11 November 2018 / 17:25 WIB
Sepanjang 2018, OJK bekukan 15 perusahaan multifinance
ILUSTRASI. Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas kepada perusahaan pembiayaan yang tidak patuh dengan aturan. Berdasarkan data OJK, dari Januari hingga Oktober 2018, sudah ada 15 perusahaan yang dibekukan kegiatan usahanya serta lima multifinance diganjar pencabutan izin.

Perusahaan multifinance yang dibekukan adalah PT Mega Finadana, PT PANN Pembiayaan Maritim, PT Capitalinc Finance, PT Prioritas Raditya Multifinance, PT Sunprima Nusantara Pembiayaan, PT Pracico Multi Finance, PT Tossa Salimas Finance, PT Evolusi Finansial Indonesia, PT Sumber Artha Mas Finance, PT Murni Upaya Raya Nilai Inti Keuangan, PT Sumber Artha Mas Finance, PT Capitalinc Finance, PT Sejahtera Pertama Multifinance, PT Asia Multidana dan PT Tirta Finance.

Dari jumlah itu, OJK telah mencabut status pembekuan tersebut kepada tiga perusahaan yang melakukan perbaikan yaitu PT Mega Finadana dan PT Asia Multidana. Meski demikian tetap saja jumlah multifinance yang dibekukan meningkat tajam dari tahun lalu, yang hanya mencapai empat perusahaan.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Bambang W Budiawan mengatakan mayoritas pembekukan dan pencabutan izin diberlakukan karena perusahaan tersebut tidak menjalankan proses bisnis dengan tepat. Akibatnya pertumbuhan bisnis tidak sesuai target, dan kemudian rasio kredit bermasalah (NPF) ikut membengkak.

Beberapa perusahaan dinilai mempunyai tata kelola dan manajemen risiko yang buruk sehingga gagal menekan rasio kredit bermasalah. Bambang menegaskan, penyebabkan kondisi tersebut juga karena perusahaan tidak mempunyai pendanaan yang berkelanjutan, menghentikan penyaluran pinjam serta kalah saing.

“Kenapa NPF nggak bisa turun, itu kombinasi dari satu atau lebih faktor tersebut, termasuk proses akuisisi nasabah yang tidak dilengkapi mitigasi risiko terkait profil pelanggan atau peminjam,” kata Bambang kepada Kontan.co.id, belum lama ini.

Menurutnya, rata-rata perusahaan yang dibekukan mempunyai rasio NPF di atas 5%, atau melewati batas yang ditentukan OJK. Disamping itu, perusahaan yang melakukan pelanggaran tergolong perusahaan kecil yang mempunyai pendanaan cekak yakni di bawah Rp 40 miliar.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengamini hal tersebut bahwa sebagian besar perusahaan yang bermasalah adalah perusahaan bermodal kecil. Namun ada juga pemain besar yang melakukan penyimpangan bisnis dan membuat bank selektif memberikan modal.

“Maklumlah karena mayoritas pendanaan masih mengandalkan dari bank. Sudah sejak 1,5 tahun lalu, perusahaan multifinance kesulitan mendapatkan pendanaan dari bank,” ungkapnya.

Dengan kondisi bank yang kian selektif memberikan pendanaan, ia menyarankan beberapa langkah yang bisa diambil untuk menambah pos pendanaan, seperti mencari mitra strategis hingga merger.

Tapi secara umum kondisi industri multifinance masih baik, terlihat dari rasio kredit bermasalah menurun. Rasio NPF industri multifinance per September 2018 berada di level 3,17% atau turun tipis dari September tahun lalu yakni 3,18%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×