Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Skema ini bisa menjadi salah satu upaya menghilangkan praktik rentenir yang banyak menjerat pelaku usaha mikro di lapangan.
Terkait bentuk skema pembiayaannya akan seperti apa, Hanung bilang bisa saja BMT spesifik atau lebih khusus untuk diterapkan oleh koperasi sendiri.
"Misalnya petani kentang punya pola kolektivitas berbeda dengan nelayan, karena kentang panen baru per tiga bulan sekali. Sementara nelayan butuh pendanaan hampir tiap hari. Nanti bisa saja BMT di daerah jadi lebih spesifik," lanjut Hanung.
Baca Juga: Ada omnibus law cipta kerja, Menkop UKM: UMKM bisa jaminkan kontrak penjualan
Menyoal ini, President Commisioner PT Permodalan BMT Ventura Syariah Saat Suharto akan memberikan masukan skema pembiayaan yang mudah untuk diterapkan ke pelaku usaha mikro.
Opsinya ada beberapa metode yang akan diformulasikan seperti yang ada di koperasi seperti 'yarnen' atau dibayar pada waktu panen. Sementara di sistem perbankan tidak ada yang seperti itu.
"Jadi ada pola installment yang tidak sama di tiap usaha. Pola pembayaran sesuai cashflow bisnis UMKM ini yang akan dijadikan sebagai acuan," kata Saat.
Menurut Saat, pada kenyataannya, skema KUR dinilai tidak sesuai dengan keinginan presiden. "Lewat Menteri Teten, Presiden Jokowi menyampaikan ingin lebih cepat dari KUR. Kalau begini, berarti ada pola pembiayaan yang dilakukan kurang ramah," sebut Saat.
Baca Juga: Sebanyak 15 UMKM sabet Bogasari SME Award
Untuk diketahui, BMT Ventura Syariah hingga kini memiliki 362 anggota dengan aset Rp 13 triliun per 2019, yang penyebarannya rata-rata lebih banyak di Jawa Tengah.
Sekitar 60% lebih usaha yang tergabung banyak dari sektor perdagangan termasuk warung. Tahun ini, BMT Ventura Syariah mematok target 7% pertumbuhan naik dari sisi aset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News