Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koperasi dan UKM tengah menggodok skema pembiayaan baru. Harapannya pembiayaan ini tak hanya murah, tapi juga mudah diakses bagi para pelaku UMKM terutama usaha mikro.
Penyaluran pembiayaan lewat program pemerintah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun kredit Ultra Mikro (UMi), dinilai belum mampu memberikan kemudahan permodalan bagi pelaku usaha.
Baca Juga: Pemerintah pastikan UMKM di bawah Rp 10 miliar tertutup bagi investasi asing
Pasalnya selama ini, masih banyak UMKM yang mengeluhkan beratnya persyaratan serta waktu yang cukup lama dalam pencairan modal.
"Pembiayaan KUR hanya terkesan murah saja, belum menjangkau kategori mudahnya. Karena peminjam mesti harus memberikan kolateral (jaminan) dan mesti datang ke bank," ucap Plt Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman dalam keterangan tertulis pada Rabu (19/2).
Lanjut Ia Kemkop UKM mencoba mengembangkan skema baru dengan dan memberi dukungan kepada industri-industri keuangan lain. Namun masih diperlukan kajian dan riset agar menghasilkan pemerataan pembiayaan bagi semua skala bisnis yang ada.
"Apakah nanti lewat intervensi pemerintah dengan subsidi ke modal operasinya atau model lain, masih akan kita formulasikan dengan Kementerian Keuangan, BI dan OJK maupun pihak lain yang terkait. Diharapkan segera mungkin skema pembiayaan baru ini diterapkan," imbuhnya.
Baca Juga: Begini catatan pengamat soal wacana sentralisasi perizinan tambang di omnibus law
Hanung menyebut, salah satu model atau skema yang mungkin dilakukan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT). BMT dinilai memiliki banyak model yang bisa diadopsi atau dikembangkan oleh Kemkop UKM dalam skema pembiayaan nantinya.
"Pola BMT kolektivitas itu mereka yang datang untuk jemput bola. Karena biasanya UMKM kesulitan datang ke bank. Pelaku mikro kita ini ya pemilik juga merangkap pekerja, pengelola bahkan kasir. Pola seperti BMT perlu kita bangun," jelasnya.
Skema ini bisa menjadi salah satu upaya menghilangkan praktik rentenir yang banyak menjerat pelaku usaha mikro di lapangan.
Terkait bentuk skema pembiayaannya akan seperti apa, Hanung bilang bisa saja BMT spesifik atau lebih khusus untuk diterapkan oleh koperasi sendiri.
"Misalnya petani kentang punya pola kolektivitas berbeda dengan nelayan, karena kentang panen baru per tiga bulan sekali. Sementara nelayan butuh pendanaan hampir tiap hari. Nanti bisa saja BMT di daerah jadi lebih spesifik," lanjut Hanung.
Baca Juga: Ada omnibus law cipta kerja, Menkop UKM: UMKM bisa jaminkan kontrak penjualan
Menyoal ini, President Commisioner PT Permodalan BMT Ventura Syariah Saat Suharto akan memberikan masukan skema pembiayaan yang mudah untuk diterapkan ke pelaku usaha mikro.
Opsinya ada beberapa metode yang akan diformulasikan seperti yang ada di koperasi seperti 'yarnen' atau dibayar pada waktu panen. Sementara di sistem perbankan tidak ada yang seperti itu.
"Jadi ada pola installment yang tidak sama di tiap usaha. Pola pembayaran sesuai cashflow bisnis UMKM ini yang akan dijadikan sebagai acuan," kata Saat.
Menurut Saat, pada kenyataannya, skema KUR dinilai tidak sesuai dengan keinginan presiden. "Lewat Menteri Teten, Presiden Jokowi menyampaikan ingin lebih cepat dari KUR. Kalau begini, berarti ada pola pembiayaan yang dilakukan kurang ramah," sebut Saat.
Baca Juga: Sebanyak 15 UMKM sabet Bogasari SME Award
Untuk diketahui, BMT Ventura Syariah hingga kini memiliki 362 anggota dengan aset Rp 13 triliun per 2019, yang penyebarannya rata-rata lebih banyak di Jawa Tengah.
Sekitar 60% lebih usaha yang tergabung banyak dari sektor perdagangan termasuk warung. Tahun ini, BMT Ventura Syariah mematok target 7% pertumbuhan naik dari sisi aset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News