kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Simpanan nasabah jumbo di bank melandai


Senin, 08 Februari 2021 / 15:43 WIB
Simpanan nasabah jumbo di bank melandai
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi keuangan di salah satu bank di Jakarta, Jumat (5/2)./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/05/02/2021.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren simpanan di perbankan terus mengalami kenaikan selama pandemi tahun lalu. Menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), simpanan masyarakat pada 109 bank umum per Desember 2020 naik 10,86% secara year on year (yoy) menjadi Rp 6.737 triliun atau tumbuh 0,53% secara bulanan (month on month/MoM). 

Bila dirinci berdasarkan nominal, simpanan di bawah Rp 100 juta naik 2,76% secara MoM atau 8,06% secara tahunan menjadi Rp 954 triliun. Tapi di sisi lain, simpanan dengan nominal di atas Rp 5 miliar terpantau turun 1,32% MoM, walau secara yoy masih naik 14,19% menjadi Rp 3.207 triliun. 

Menurut beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id, wajar bila simpanan di bawah Rp 100 juta tumbuh lebih pesat. Lantaran, sejak sebelum pandemi perbankan memang gencar mendorong simpanan ritel/perorangan terutama dana murah (CASA). 

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya menjelaskan, secara konsolidasi DPK masih tumbuh 9,78% yoy menjadi Rp 1.121,1 triliun. Dana murah pun mendominasi total DPK perseroan ini atau sekitar 59,7%. 

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto pun menjelaskan, dari total DPK sebesar Rp 1.121,1 triliun sekitar 27% merupakan simpanan di bawah Rp 100 juta. "Sementara itu, tabungan mendominasi komposisi simpanan di bawah Rp 100 juta dengan komposisi mencapai 89,5%," terangnya kepada Kontan.co.id, Minggu (7/2). 

Untuk tahun 2021, bank terbesar di Indonesia ini juga meyakini DPK masih akan tumbuh, bahkan melebihi tahun lalu. Namun, dengan kondisi perekonomian yang belum pulih, pertumbuhan DPK diperkirakan akan masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit. "Maka ke depan tantangannya bukan di pertumbuhan DPK melainkan pertumbuhan kredit," sambungnya. 

Sementara itu, Direktur Distribution and Retail Funding PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Jasmin menjelaskan sampai dengan awal Februari 2021 simpanan masih terus tumbuh. Hal ini disebabkan permintaan kredit belum naik secara signifikan. 

Pun, simpanan di bawah Rp 100 juta, menurutnya relatif stabil. Justru, peningkatan terjadi di simpanan di atas Rp 100 juta. Sayangnya, Jasmin belum dapat merinci realisasi pertumbuhan DPK sejauh ini. "Target kami di 2021 DPK bisa naik 9%-10%, tidak besar tapi kita fokus meningkatkan dana murah," katanya. 

Malah, untuk di tahun 2021 Bank BTN akan fokus menggarap simpanan di bawah Rp 100 juta. Caranya dengan melakukan intensifikasi nasabah eksisting baik debitur KPR maupun nasabah yang KPR-nya telah lunas. Alasannya, saat ini porsi nasabah ritel di BTN baru sebanyak 30%. Sedangkan sisanya merupakan nasabah kelembagaan atau korporasi.

Meski tidak merinci, simpanan dengan nominal besar wajar terjadi penurunan di kala pandemi. Umumnya bagi nasabah Bank BTN, dana tersebut dipakai untuk melunasi utang jatuh tempo seperti kredit maupun obligasi. Pun, ada pula yang dananya ditarik untuk modal kerja operasional. "Karena usahanya turun drastis akibat Covid-19, sehingga arus kas perusahaan sangat terganggu, terutama di sektor pariwisata, dan lain-lain," katanya. 

Melihat perkembangan simpanan di Tanah Air, Wakil Direktur sekaligus Ekonom INDEF Eko Listiyanto menilai turunnya simpanan di atas Rp 5 miliar secara MoM disebabkan adanya pergeseran dana dari perbankan ke instrumen investasi lain, terutama pasar modal.

Wajar, menurutnya memang tingkat bunga yang ditawarkan di tengah pandemi cenderung turun, akibat sebagian besar bank punya likuiditas yang berlebih. Akan tetapi, sejatinya secara teknis dana itu tidak sepenuhnya berpindah dari sistem perbankan. "Kalau di pasar modal, untuk membeli saham di pasar sekunder sebenarnya uang itu masih di sistem perbankan melalui perusahaan-perusahaan sekuritas," katanya. Berbeda cerita, kalau dana tersebut dipindah dari simpanan perbankan ke obligasi. "Kalau ke obligasi lalu dibelanjakan pemerintah/swasta maka keluar dari sistem perbankan," imbuhnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×