Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - BALI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melonggarkan batas maksimal pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending dari sebelumnya Rp 2 miliar menjadi Rp 5 miliar. Kebijakan ini diharapkan dapat memperluas akses pembiayaan ke sektor produktif, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang membutuhkan modal lebih besar.
Namun bagi PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), relaksasi tersebut belum berdampak langsung terhadap operasional bisnis mereka. Pasalnya, Amartha sejak awal memang memfokuskan diri pada pembiayaan segmen mikro dan ultra mikro.
“Segmen kami itu pinjamannya Rp 5 juta, Rp 10 juta, Rp 15 juta. Jadi batasan Rp 5 miliar itu tidak berpengaruh buat Amartha,” ujar Chief Risk and Sustainability Officer Amartha, Aria Widyanto saat ditemui usai acara The 2025 Asia Grassroots Forum di Nusa Dua Bali, Kamis (22/5).
Baca Juga: Modalku: Relaksasi Pinjaman Dorong Ekspansi UKM, Tapi Perlu Penyesuaian
Meski demikian, Amartha tetap optimistis terhadap pertumbuhan penyaluran pembiayaan produktif tahun ini. Aria menyebutkan potensi pertumbuhan bisa mencapai dua digit, namun yang menjadi prioritas bukan sekadar angka pertumbuhan, melainkan kualitas penyaluran itu sendiri.
“Kami tidak ingin hanya mengejar pertumbuhan angka, yang utama adalah bagaimana pembiayaan ini bisa membantu pelaku usaha mikro meningkatkan omzet dan kesejahteraan mereka. Visi kami adalah menciptakan kesejahteraan yang lebih merata,” tegasnya.
Untuk menjaga kualitas portofolio, Amartha menerapkan sistem seleksi berlapis terhadap calon peminjam. Pertama, Amartha hanya melayani perempuan pelaku usaha di pedesaan dari segmen mikro dan ultra mikro, yang secara khusus dipantau oleh hampir 10.000 petugas lapangan yang tersebar di lebih dari 50.000 desa di Indonesia.
Baca Juga: Pembiayaan Produktif Fintech P2P Masih Seret, Modalku: Perluas Akses & Jaga Kualitas
“Kami berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Petugas kami tidak hanya mencairkan dana, tetapi juga memastikan bahwa usaha calon peminjam benar-benar ada, produktif, dan layak mendapatkan pendanaan,” jelas Aria.
Selain verifikasi manual oleh petugas lapangan, Amartha juga menerapkan sistem credit scoring berbasis teknologi untuk memprediksi risiko gagal bayar calon peminjam. Sistem ini, menurut Aria, menjadi bagian dari tata kelola risiko yang kuat.
Untuk memperkuat dampak pembiayaan, Amartha tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga melakukan pembinaan kepada peminjam, termasuk literasi keuangan rumah tangga dan bisnis.
Selanjutnya: China Wants to Work with Indonesia to Tackle Risks, Challenges, Premier Li says
Menarik Dibaca: 5 Langkah Cerdas Memulai Menabung di Tahun 2025 yang Bisa Dilakukan Siapa Saja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News