Reporter: Nina Dwiantika, Issa Almawadi, Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Sepertinya, masyarakat harus berpikir ulang ketika berutang. Rentetan kenaikan suku bunga acuan alias BI rate menyebabkan industri perbankan antusias mengerek suku bunga kredit. Sebagai indikator, beberapa bank kembali menaikkan suku bunga dasar kredit (SBDK).
Bank Tabungan Negara (BTN), misalnya, per 1 Oktober menaikkan SBDK 0,5%-1%. "Besar kenaikan tergantung jenis kredit," kata Direktur Keuangan BTN Saut Pardede. Danamon menaikkan SBDK per 30 September untuk kredit mikro dan kredit pemilikan rumah (KPR). Bank Central Asia (BCA) sudah menaikkan SBDK sejak dua pekan lalu. Begitu pula, Bank OCBC NISP mengerek SBDK sejak 26 September.
Bukopin malah menaikkan SBDK dua kali, sejak BI rate naik mulai Juni lalu. Direktur Keuangan Bukopin Tri Joko Prihanto mengatakan sudah menaikkan SBDK sebesar 50 basis poin (bps). "BI rate naik 150 bps," cetus Tri Joko.
Kenaikan BI rate memang menjadi alasan utama bankir mengerek SBDK. Tri Joko menambahkan, bank mau tak mau menaikkan bunga kredit lantaran biaya dana meningkat akibat kenaikan suku bunga simpanan.
Biaya dana memang kian meningkat akibat bank berebut likuiditas. Tak heran, kenaikan bunga deposito di beberapa bank lebih tinggi ketimbang kenaikan BI rate. Selain harus membayar dana lebih mahal, bank juga harus menaikkan setoran giro wajib minimum. Alhasil, "Bank berlomba-lomba menaikkan tingkat bunga," kata Saut.
Meski begitu, para bankir lebih memilih menaikkan SBDK bertahap, agar debitur bisa mengantisipasi dengan baik. Selain itu, menurut Tri Joko, bank selalu mempertimbangkan kemampuan debitur saat menaikkan SBDK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News