kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   0,00   0,00%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

BI tak merisaukan potensi kredit bermasalah


Sabtu, 14 September 2013 / 09:22 WIB
BI tak merisaukan potensi kredit bermasalah
ILUSTRASI. 4 Jenis Olahraga untuk Merawat Kecantikan Kulit, Apa Saja?


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA. Usai mengerek bunga acuan (BI rate) menjadi 7,25%, Bank Indonesia (BI) tak mencemaskan adanya potensi kenaikan kredit bermasalah perbankan. Bank sentral yakin, perbankan nasional memiliki daya tahan kuat.

Gubernur BI Agus Martowardojo, mengemukakan bank sentral tak menerapkan upaya khusus terkait efek kenaikan BI rate terhadap potensi kenaikan suku bunga perbankan. "Seandainya ada penyesuaian terhadap kenaikan BI rate, tentu masing-masing bank akan mengevaluasi pendanaannya," ungkap Agus kepada wartawan di Gedung BI Jakarta, Jumat, (13/9).

Jika perbankan telah memiliki return yang memadai, tentu tidak akan menaikkan suku bunga. Sebaliknya, jika return bank tak memadai, bank akan menyesuaikan bunga. Agus mengatakan, saat ini kredit bank rata-rata masih tumbuh di atas 20%. "Jika ada penyesuaian bunga, bank pasti mengkaji ulang karena mereka ingin mempertahankan nasabah baik mereka," ujar Agus.

Mengenai risiko kredit bermasalah membengkak akibat kenaikan BI rate dan  bunga kredit, Agus tak merisaukan. Maklum, sudah dua tahun terakhir BI menganalisa daya tahan bank menghadapi tekanan atau stress test.

Dalam stress test itu, BI mengkaji penyesuaian tingkat bunga, nilai tukar, sampai penyesuaian pertumbuhan ekonomi. Secara umum, Agus yakin, jika harus mengerek bunga, bank mempunyai daya tahan yang kuat.

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan demi mengantisipasi kredit macet, bank sentral berupaya menahan laju pertumbuhan kredit, khususnya kredit ke sektor yang konten impornya cukup tinggi.

"Kami juga menerapkan kebijakan loan to value ratio, juga aksi supervisi. Kami mengharapkan lending growth untuk sektor-sektor industri yang impornya terlalu tinggi perlu slowing down," terang Perry.

Selain itu, bank sentral terus mendorong pengembangan kredit ketahanan pangan, kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta kredit sektor riil lain. Harapan regulator perbankan dan moneter itu, meski pertumbuhan ekonomi cenderung melambat, perkembangan UMKM dan penciptaan lapangan pekerjaan terus berlanjut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×