kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

SWI jaring 1.026 entitas fintech lending ilegal sepanjang tahun lalu


Rabu, 27 Januari 2021 / 17:01 WIB
SWI jaring 1.026 entitas fintech lending ilegal sepanjang tahun lalu
ILUSTRASI. Warga berada di dekat poster edukasi waspada fintech ilegal di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yogyakarta, Rabu (4/11/2020). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gurihnya bisnis fintech lending di tanah air, membuat peer to peer (P2P) lending ilegal menjamur. Satgas Waspada Investasi (SWI) berhasil menemukan 1.026 entitas P2P lending ilegal sepanjang 2020.

Ketua SWI Tongam L Tobing membeberkan beberapa modus baru yang digunakan pinjaman online ilegal. Oknum P2P lending ilegal mengirimkan uang tanpa ada pengajuan pinjaman ke rekening orang yang sudah mengunduh aplikasi dan mengisi data diri serta nomor rekening.

“Kedua, pelaku fintech lending ilegal mengirimkan SMS kepada pihak-pihak tertentu yang berisi bahwa permohonan pengajuan pinjamannya telah disetujui disertai dengan link unduh aplikasi. Padahal yang bersangkutan belum pernah mengunduh aplikasinya dan mengajukan,” ujar Tongam kepada Kontan.co.id pada Rabu (27/1).

Baca Juga: Ini perbedaan equity crowdfunding dan security crowdfunding

Ketiga, beberapa oknum peminjam sengaja mencari fintech lending ilegal dengan membuat grup di media sosial yang berisi link unduhnya.

Tongam menyatakan penyebab utama P2P lending bandel muncul karena mudahnya bagi pelaku untuk membuat aplikasi, situs, ataupun web. Rendahnya tingkat literasi masyarakat dan kerap mengalami kesulitan keuangan turut memperparah keadaan. 

Hal ini membuat masyarakat tidak melakukan pengecekan legalitas P2P lending tempat meminjam. Sisi lain, kebutuhan uang membuat kecenderungan tidak dipikir secara matang. Juga ada yang terjebak pada satu pinjaman lalu mencari pinjaman lain alias gali lobang tutup lobang.

“Beberapa situs atau aplikasi fintech P2P lending dibuat oleh pihak yang sama. Misalnya aplikasi sebelumnya sudah diblokir. Yang bersangkutan membuat aplikasi baru dengan nama berbeda dan kemudian meneror masyarakat dengan menyampaikan bahwa aplikasi yang lama telah berubah menjadi aplikasi baru tersebut,” katanya.

Baca Juga: P2P lending KawanCicil sudah salurkan pinjaman senilai Rp 175,91 miliar

Ia melanjutkan, asal pelaku masih belum diketahui secara pasti. Namun SWI memperoleh informasi lokasi server yang digunakan pelaku berdasarkan pantauan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

“Sebanyak 22% server yang digunakan berada di Indonesia, 14% di Amerika Serikat, 8% di Singapura, dan 6% di Republik Rakyat Tiongkok,” tambah Tongam.

Semua fintech ilegal yang telah ditemukan itu, telah ditindak dengan pengajuan pemblokiran situs maupun aplikasi melalui Kominfo. Bahkan terdapat dua entitas yang masuk ke ranah hukum yakni PT Vcard Technology Indonesia (VLoan) yang ditangani Cyber Crime Bareskrim Polri. Juga PT Vega Data dan PT Barracuda Fintech yang ditangani Polres Metro Jakarta Utara

“Tentu penegakan hukum tetap membutuhkan peran masyarakat. Segera lapor kepada pihak yang berwajib dan tetap berkoordinasi dalam penanganannya agar proses penegakan hukum bisa berjalan dengan baik,” jelasnya.

Agar mengurangi dampak P2P lending ilegal, SWI juga terus mengumumkan fintech P2P lending ilegal kepada masyarakat secara berkala. Menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum. Peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk penanganan fintech P2P lending ilegal.

Guna memutus akses keuangan dari fintech P2P lending ilegal dengan menyampaikan imbauan kepada perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK. Termasuk meminta konfirmasi kepada OJK untuk rekening eksisting yang diduga digunakan untuk kegiatan fintech P2P lending ilegal.

Baca Juga: Multifinance diprediksi tidak akan terlalu agresif kerja sama dengan fintech lending

Juga Meminta Bank Indonesia untuk melarang fintech payment system memfasilitasi fintech P2P lending ilegal. Tak sampai di situ, SWI berminta dengan Kominfo agar melakukan crawling data fintech ilegal secara rutin melalui patroli siber.

“Bekerja sama dengan media luar ruang milik swasta dan media radio, serta milik Dinas Kominfo Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Membuat ‘Warung Waspada Investasi’ sebagai sarana konsultasi masyarakat terkait investasi ilegal yang dihadiri anggota SWI, sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi langsung dari instansi terkait,” pungkas Tongam.

Asal tahu saja, Meski ada pandemi, bisnis industri fintech peer to peer (P2P) lending masih optimal di hampir sepanjang tahun lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan akumulasi pinjaman online mencapai Rp 146,25 triliun hingga November 2020. Nilai itu tumbuh 96,19% yoy dibandingkan November 2019 sebanyak Rp 74,54 triliun.

Selanjutnya: Multifinance andalkan teknologi digital untuk topang bisnis di 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×