Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Simpanan nasabah kelas menengah ke bawah di perbankan atau tabungan dengan nilai di bawah Rp 100 juta terlihat lesu di tengah tantangan inflasi yang tidak selaras dengan pendapatan masyarakat yang stagnan.
Fenomena makan tabungan menjadi satu hal yang tengah melingkupi kelas bawah di Indonesia.
Hal ini terlihat dari data Distribusi Simpanan yang dirilis LPS yang mencatat, bahwa nominal tabungan masyarakat di bawah Rp 100 juta tumbuh paling mini sepanjang tahun berjalan atau year to date (ytd) dibanding kelompok simpanan lainnya.
Panda periode Agustus 2024, nominal simpanan di bawah Rp 100 juta mencapai Rp 1.061,42 triliun atau setara dengan 12,2% dari total simpanan Rp 8.698,53 triliun, atau hanya meningkat 0,8% secara ytd.
Baca Juga: Tak Hanya untuk Konsumsi, Kelas Menengah Makan Tabungan Juga Untuk Bayar Utang
Adapun, secara tahunan tiering simpanan ini naik 5,3% yoy, sementara secara bulanan, angka ini naik tipis dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,3%.
Data Mandiri Spending and Saving Index juga menunjukkan kelas bawah masih dapat melakukan pengeluaran, tapi proporsi menabung mereka tercatat menyusut atau dikenal dengan istilah makan tabungan.
Terlihat indeks tabungan per individu nasabah mandiri pada kelas bawah hanya naik tipis menjadi 47,9 di Juli 2024 setelah sebelumnya terus mengalami penurunan sejak akhir tahun lalu hingga Juni 2024.
Hal tersebut dikombinasikan dengan indeks tingkat belanja per individu kelas menengah yang pada Juli 2024 tercatat sebesar 110,6.
Arianto Muditomo, Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran menilai, tren deflasi dapat mempengaruhi penempatan dana di kalangan menengah ke bawah. Dengan harga barang yang cenderung turun, daya beli masyarakat bisa meningkat.
Namun, kata pria yang akrab disapa Didiet ini menyebut, pada saat yang sama, jika pendapatan tidak bertambah signifikan, banyak yang justru terpaksa makan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Penurunan penempatan dana ini bisa mencerminkan kondisi ekonomi yang membuat masyarakat lebih fokus pada pengeluaran, bukan menyisihkan dana untuk ditabung," ucapnya kepada kontan.co.id, Minggu (13/10).
Ia memproyeksikan, dengan kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian dan dampak ekonomi domestik yang masih beradaptasi, tren ini bisa berlanjut.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang rendah (bahkan deflasi), dan ketidakpastian pasar tenaga kerja juga disebutnya membuat masyarakat menengah ke bawah cenderung lebih berhati-hati dalam menambah tabungan mereka.
Baca Juga: Nasabah Ritel Kesulitan Cicil Utang di Bank
Menurut Didiet, bank perlu mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif untuk meningkatkan literasi keuangan di segmen ini. Program tabungan berhadiah, bunga kompetitif, atau produk tabungan mikro yang lebih fleksibel bisa menjadi strategi yang efektif.
"Selain itu, digitalisasi layanan perbankan yang lebih mudah diakses juga dapat membantu menarik masyarakat untuk menambah dana di tabungan mereka," katanya.
Sejumlah bank mencatat perlambatan pada simpanan nasabah kelas menengah ke bawah.
Yuddy Renaldi, Direktur Utama bank bjb menyebut, nasabah dengan rata-rata saldo Rp 100 juta ke bawah cenderung menurun.
"Dengan kondisi saat ini memang tren nya nasabah menengah ke bawah ini yang paling terdampak. Nasabah pada kelompok menengah ke bawah masih melakukan konsumsi namun terbatas pada kebutuhan pokok," ujar Yuddy.
Sementara untuk dana pihak ketiga (DPK) bjb sampai dengan Agustus 2024 masih tumbuh 8,4% secara tahunan (yoy), bahkan untuk tabungan pertumbuhannya masih double digit.
Hal ini menurut Yuddy didorong pertumbuhannya oleh nasabah-nasabah penyimpan dengan saldo besar, seperti nasabah prioritas.
Walau demikian, sampai dengan akhir tahun Yuddy memperkirakan tabungan kelas menengah ke bawah masih akan tumbuh meskipun terbatas. Menurutnya, konsumsi masyarakat akan cenderung meningkat dengan adanya momentum liburan panjang dan hari raya juga pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Perputaran uang dan transaksi akan meningkat di masa tersebut sehingga akan semakin banyak dana yang dicadangkan dalam tabungan masyarakat," imbuhnya.
Setali tiga uang, PT Bank Central Asia Tbk atau BCA (BBCA) juga melihat adanya fenomena makan tabungan oleh nasabah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Kemampuan Mencicil Nasabah Ritel Turun, Ini Alasannya
Direktur BCA Santoso menjelaskan, bahwa nasabah menengah ke bawah menjadi segmen yang paling terdampak fenomena ini. Hal ini terlihat dari pertumbuhan rerata saldo yang cenderung menurun.
“Memang tantangannya karena jumlah average balance mereka relatif tidak banyak bertumbuh. Bahkan di segmen-segmen tertentu average-nya cenderung lebih rendah di 6 bulan terakhir,” katanya.
Walau demikian, pihaknya meyakini bahwa kondisi ini dapat membaik dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini seirinng dengan pergantian pemerintahan baru hingga pilkada serentak 2024 dapat mempercepat kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi perekonomian.
Di sisi lain, PT Bank Mandiri menyatakan, nasabah yang termasuk kelas menengah ke bawah masih tumbuh hingga 5% pada Agustus 2024 dibanding posisi Agustus 2023 dengan total realisasi dana lebih dari Rp 77 triliun.
SVP Retail Deposit Product and Solution Bank Mandiri Evi Dempowati menilai, dengan adanya tren deflasi, masyarakat dari kelas menengah ke bawah cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka.
"Meskipun ada potensi peningkatan daya beli, ketidakpastian ekonomi membuat mereka lebih memilih untuk menabung," kata Evi.
Hingga Agustus 2024, realisasi dana Tabungan di bank Mandiri juga tumbuh di atas 8% dibandingkan periode Agustus 2023. Sementara itu, jumlah nasabah menunjukkan tren pertumbuhan positif di atas 7% secara yoy.
Bank Mandiri juga tetap optimistis terhadap proyeksi hingga akhir tahun. Pihaknya menargetkan pertumbuhan dana kelolaan hingga 17% dari tahun 2023.
"Kami yakin bahwa dengan strategi yang tepat, target tersebut dapat tercapai. Bank Mandiri telah merumuskan berbagai langkah strategis. Pertama, kami memperkenalkan produk-produk keuangan dengan risiko rendah yang telah mendapat respons positif dari nasabah seperti tabungan berjangka," jelasnya.
Kedua, pengembangan layanan digital terus bank Mandiri tingkatkan untuk memastikan kemudahan akses serta efisiensi dalam transaksi melalui livin by mandiri. Hal ini pun disebut Evi terbukti, dengan peningkatan transaksi melalui platform digital mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Selain itu, Bank Mandiri juga terus menjalankan program edukasi keuangan untuk membantu nasabah memahami dinamika ekonomi serta mengelola keuangan secara bijak.
Adapun PT Bank Danamon Indonesia mengatakan, di tengah kondisi saat ini, Danamon mencatat bahwa per September 2024, porsi jumlah nasabah individu menengah ke bawah adalah sekitar 95% dari jumlah nasabah individu secara keseluruhan. Sementara itu, untuk porsi dana kelolaan nasabah individu menengah ke bawah adalah sekitar 5% dari dana kelolaan nasabah individu secara keseluruhan.
Baca Juga: Fenomena 'Makan Tabungan' Melanda, Berikut Tips Mensiasati dari Perencana Keuangan
"Danamon juga menyadari bahwa deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut menjadi kondisi yang cukup menggelisahkan bagi masyarakat. Meskipun demikian, Danamon terus memantau kondisi pasar dan menyesuaikan strategi untuk memastikan bahwa Danamon dapat memberikan layanan terbaik kepada seluruh nasabah," ungkap Ivan Jaya, Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon.
Bank Danamon juga akan terus memastikan pertumbuhan optimal dan berkelanjutan bagi semua nasabah. Ke depannya, Danamon menargetkan pertumbuhan dua digit dalam pendanaan dengan profitabilitas yang berkelanjutan.
Untuk meningkatkan angka pendanaan nasabah, termasuk nasabah kelas menengah ke bawah, Danamon terus berinovasi untuk menyediakan berbagai solusi finansial, baik untuk menabung maupun berinvestasi, sehingga nasabah dapat dengan mudah memilih kombinasi yang paling sesuai dengan tujuan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News