Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tanda-tanda masyarakat semakin tertekan kian nyata. Ini ditandai dengan beberapa data, salah satunya yang menunjukkan bahwa kemampuan nasabah ritel untuk melunasi utangnya mengalami perlambatan simpanan nasabah ritel.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa rasio Non Performing Loan (NPL) rumah tangga, yang merupakan bagian dari nasabah ritel, berada di level 1,98% per Agustus 2024. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi Agustus 2023 dengan Desember 2023, yang masing-masing di level 1,93% dan 1,80%.
Di sisi lain, hal tersebut juga semakin dikuatkan dengan simpanan nasabah perorangan yang mengalami perlambatan di periode yang sama.
Pada Agustus 2024, Dana Pihak Ketiga (DPK) perorangan hanya tumbuh 1% secara tahunan (YoY). Padahal, bulan sebelumnya masih mampu tumbuh 2,1% YoY.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengungkapkan bahwa saat ini nasabah ritel dihadapkan pilihan membayar utang atau memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurutnya, ini juga didorong kondisi di mana pendapatan tidak naik bahkan menurun.
Baca Juga: Peran BUMN Makin Krusial dalam Memperkuat Perekonomian Nasional
“DPK ritel juga melambat karena keterbatasan untuk menabung, idle money berkurang,” ujar Lani.
Lani pun mencatat Di CIMB Niaga, secara NPL ritel ada kenaikan secara tahunan dari 1.77% di Agustus 2023 menjadi 2% di Agustus 2024. Namun, ia menilai kondisi tersebut masih tergolong sehat.
Ia menambahkan pihaknya terus menjaga kualitas aset yang dimiliki. Hal tersebut dilakukan melalui proses analisa kredit yang memperhatikan faktor daya beli dan bayar tiap segmen untuk mencegah kenaikan NPL yang tidak sehat.
Adapun, kemampuan nasabah yang berkurang, tampak juga pada kredit buy now pay later (BNPL) perbankan yang terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Per Agustus 2024, baki debet kredit BNPL tumbuh 40,68% yoy dari Juli 2024 yang tumbuh 33,66% menjadi Rp 18,38 triliun. Adapun, total jumlah rekening 18,95 juta juga bertambah dari Juli 2024 sebanyak 17,90 juta.
Sementara itu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar membenarkan bahwa memang ada sedikit kenaikan NPL rumah tangga. Namun, ia melihat hal tersebut tidak berdampak signifikan pada NPL secara total milik bank.
Ia bilang di BNI sendiri NPL masih berada di level 2% dan itu stabil. Menurutnya, itu juga gejolak-gejolak biasa yang terjadi dan tidak perlu dikhawatirkan karena kebanyakan terjadi pada kredit-kredit yang kecil.
“NPL itu pasti ada kondisi-kondisi ini yang karena (penurunan) daya beli di bawah,” ujar Royke.
Senior Vice President (SVP) Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dan Head of Research LPPI Trioksa Siahaan berpendapat fenomena penurunan kemampuan cicil nasabah dikarenakan lebih mementingkan kebutuhan sehari-hari dan makan tabungan.
Menurutnya, ini merupakan dampak dari penurunan daya beli. Alhasil berakibat pada penurunan pendapatan dari masyarakat kelas menengah di tanah air.
“Ini realita yang perlu mendapat perhatian terutama untuk kelas menengah,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News