Reporter: Adhitya Himawan, Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Penetrasi industri perbankan syariah masih jauh dari harapan. Ujung-ujungnya, target pangsa pasar aset perbankan syariah terancam meleset dari target yang telah dipatok Bank Indonesia (BI).
Berdasarkan data BI per Oktober 2014, total aset perbankan syariah baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai Rp 260,36 triliun. Angka ini, hanya 4,78% dari total aset perbankan konvensional yang bernilai Rp 5.445,65 triliun.
Bahkan, pangsa aset perbankan syariah di akhir Oktober 2014 justru lebih sedikit jika dibandingkan Oktober 2013 yang sebesar Rp 229,55 triliun atau 4,86% dari total aset perbankan. BI pada akhir tahun 2013 menargetkan porsi aset bank syariah sebesar 5,25%–6,25% dari total aset bank umum konvensional.
Edy Setiadi, Direktur Eksekutif Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memaklumi kondisi tersebut. Kata dia, ekonomi sektor riil pada tahun 2014 kurang kondusif, termasuk bagi perbankan syariah agar bisa tumbuh.
“Beberapa bank secara internal sedang dalam konsolidasi dalam rangka menjaga pertumbuhan non performing finance (NPF) yang memburuk," ujar Edy, Jumat (26/12).
Selain itu, lanjut Edy, pertumbuhan jumlah kantor cabang bank syariah dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) masih lambat. “Oleh sebab itu, kami mendorong strategic partner karena itu akan sangat menguntungkan, seperti IPO setelah kinerja diperbaiki lebih dahulu,” imbuh Edy.
Pada tahun 2015, total aset perbankan syariah diperkirakan tumbuh 15%–18%.
Rizqullah, Bendahara Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menyatakan, selama perbankan syariah hanya mengandalkan pertumbuhan organik, sulit untuk meningkatkan market share secara signifikan. Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah segera mengonsolidasikan dan membentuk satu bank BUMN Syariah secara khusus. “Sebab tidak cukup hanya mengandalkan masing-masing anak usaha bank BUMN,” imbuh Rizqullah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News