kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Terdorong gejolak kurs, kredit valas meningkat 14,51% pada 2018


Senin, 21 Januari 2019 / 15:14 WIB
Terdorong gejolak kurs, kredit valas meningkat 14,51% pada 2018


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit dalam mata uang asing atau valas terus menggeliat. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per November 2018 mencatat realisasi kredit valas menembus Rp 773,36 triliun.

Jumlah ini meningkat 14,53% secara year on year (yoy). Tak hanya pertumbuhan, dari segi porsi kredit, pembiayaan valas ikut naik dari 14,51% per November 2017 menjadi 14,98% di November tahun lalu.

Meski begitu, beberapa bankir mengatakan tahun ini permintaan kredit valas tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu. Sebabnya, jenis kredit tersebut merupakan salah satu layanan pelengkap di masing-masing bank.

Walau tidak merinci secara detail, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan peningkatan kredit valas secara industri sebesar 14,53% merupakan imbas dari koreksi depresiasi kurs mata uang rupiah selama setahun.

Artinya, peningkatan kredit valas sangat berkaitan erat terhadap volatilitas mata uang rupiah. Jahja menjelaskan kalau pihaknya tidak mau terlalu aktif memberikan kredit valas, lantaran belum terlalu berani mengambil risiko kurs.

"Di BCA tidak aktif dalam kredit valuta asing (valas) karena kita tidak berani ambil risiko kursnya, jadi relatif stabil dalam mata uang dollar AS tapi kalau dikonversi ke rupiah jumlahnya naik karena kurs," terangnya.

Berbeda dengan BCA, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja justru mengaku pertumbuhan kredit valas OCBC NISP tak sederas industri. Baik dikonversi ke rupiah maupun secara nominal mata uang asing trennya diakui terus menurun.

Hal ini lantaran mayoritas nasabah OCBC NISP lebih memilih untuk meminjam dalam mata uang rupiah, dengan adanya gejolak kurs belakangan ini.

Sebagai tambahan informasi, bila merinci berdasarkan jenis kelompok usaha (BUKU), tercatat kredit valas di BUKU IV tumbuh paling besar yaitu 38,81% secara yoy dari Rp 271,36 triliun per November 2017 menjadi Rp 343,68 triliun di tahun 2018. Sementara BUKU III mencatatkan pertumbuhan valas sebesar 6,94% yoy pada periode yang sama menjadi Rp 354,65 triliun.

Bukan hanya bank besar, bank kecil di BUKU II juga tercatat membukukan peningkatan kredit valas sebesar 5,86% yoy dari Rp 64,6 triliun menjadi Rp 68,39 triliun. Sementara untuk BUKU I relatif stagnan dalam kurun waktu sethaun terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×