kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tingkat Gagal Bayar Industri Fintech Naik, Tapi Masih dalam Batas Aman


Minggu, 10 September 2023 / 13:39 WIB
Tingkat Gagal Bayar Industri Fintech Naik, Tapi Masih dalam Batas Aman
ILUSTRASI. Kredit macet di industri fintech peer to peer (P2P) lending tampaknya masih terbilang baik.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit macet di industri fintech peer to peer (P2P) lending tampaknya masih terbilang baik. Meskipun terjadi kenaikan, tingkat gagal bayar dalam 90 hari (TWP90) dalam ambang batas aman.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyebutkan TWP90 meningkat jadi 3,47% di Juli 2023.

“Adapun TWP90 pada bulan lalu sebesar 3,29%,” ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner OJK, Selasa (5/9).

Berdasarkan data OJK, angka TWP90 fintech lending sempat menurun pada Juni 2023 menjadi 3,29%. Sebelumnya, TWP90 meningkat berturut-turut dari 2,81% pada Maret 2023, lalu 2,82% pada April 2023, kemudian mencapai 3,36% pada Mei 2023.

Baca Juga: OJK Catat 23 Fintech P2P Punya TWP90 di Atas 5%

Co-Founder dan CEO PT Investree Radhika Jaya atau Investree Adrian Gunadi menyatakan, pihaknya selalu menjaga angka perolehan TWP90 di bawah rata-rata industri.

“Belakangan memang secara industri, ada kenaikan TWP90 yang disebabkan oleh beberapa kondisi yang dialami oleh setiap penyelenggara fintech lending. TWP90 Investree per Juli sebesar 3,51%, di bawah rata-rata industri sebesar 3,90% (Data AFPI),” ujarnya.

Adrian menjelaskan, kenaikan tersebut disebabkan oleh dampak dari Covid-19 yang ternyata masih dirasakan oleh para pelaku UMKM sampai sekarang. Menurutnya, UMKM tersebut ada yang bisnisnya berhasil rebound, dan ada yang tidak.

“Khusus untuk teman-teman borrower yang pinjamannya mengalami restrukturisasi, tidak semuanya berhasil mempertahankan bisnisnya meski telah diberikan relaksasi tersebut,” jelasnya.

Dia menambahkan, adapun sejumlah sektor/industri yang bisnisnya tidak berhasil bangkit pasca restrukturisasi antara lain garmen dan tekstil, minyak dan gas, serta general engineering dan konstruksi.

“Beberapa sektor tersebut kami kategorikan ke dalam risiko tinggi,” imbuhnya.

CEO PT Mulia Inovasi Digital (Danain), Budiardjo Rustanto menyebut bahwa TWP90 Danain per minggu ini berada di level 2,7%. Menurutnya, Danain bersifat pendanaan produktif sehingga daya beli masyarakat sangat menentukan kemampuan bayar peminjam.

“Dari beberapa penerima dana (peminjam) yang dihubungi, menyatakan adanya penurunan omset penjualan atau usahanya beberapa bulan ini, kami berharap ini hanya bersifat temporary,” sebutnya kepada KONTAN.

Meski begitu, Budiarjo menargetkan TWP90 Danain di akhir tahun nanti berada di bawah 2%, untuk mengejar itu pihaknya juga telah menyiapkan ragam strategi.

“Kami akan meningkatkan upaya collection dengan monitoring lebih ketat namun tetap menjalankan upaya collection sesuai regulasi dan etika yang berlaku,” tandasnya.

Sementara itu, Group CEO & Co-Founder PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk atau Akseleran, Ivan Nikolas Tambunan menyatakan bahwa TWP90 akselesaran stabil di bawah 1%. Menurutnya, Akseleran memberikan pinjaman secara hati-hati (prudent) sehingga bisa mempertahankan rasio itu.

Baca Juga: OJK Beri Surat Peringatan kepada 26 Fintech, Ini Alasannya

“Kami melakukan assessment pinjaman secara prudent. Ini kunci sih,” katanya kepada KONTAN.

Ivan menuturkan, Akseleran menargetkan TWP90 sampai akhir tahun tetap berada di bawah 1%, tentunya dengan melanjutkan recana strategi yang sudah dijalankan.

“Strateginya dengan melakukan assessment pinjman secara prudent, mengassess cashflow borrower berdasarkan data keuangan borrower menggunakan machine learning tools,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Ivan, melakukan validasi atas underlying pinjaman (invoice/PO) secara detail, termasuk mengontrol pembayaran atas invoice/PO yang dijadikan underlying pinjaman sehingga tidak digunakan untuk hal lain selain membayar pinjaman.

“Ketiga, memeriksa credit history peminjam. Kita make sure borrower punya kapasitas untuk membayar kewajibannya,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×