Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) menolak dengan tegas dikatakan sebagai debitur bermasalah di Bank Mutiara. Direktur Keuangan TPPI Basya G. Himawan mengungkapkan, pihaknya sama sekali belum pernah mengajukan kredit maupun mendapatkan kredit dari Bank Mutiara.
Ia menegaskan, bahwa sejak TPPI berdiri tahun 1995 hingga saat ini, pihaknya tidak pernah mendapat fasilitas pinjaman bank lokal Indonesia. Selain itu, ia juga membantah bahwa TPPI merupakan grup dari 4 perusahaan lain yang juga merupakan debitur nakal Bank Mutiara, yaitu PT Selalang Prima International, PT Polymer Spectrum Sentosa, PT Trio Irama dan PT Catur Karya Manunggal.
"Kami tidak memiliki hubungan grup usaha dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Kami juga tidak mempunyai fasilitas pinjaman dari Bank Mutiara, karena tidak pernah mendapat pinjaman dari bank lokal. Atas pinjaman yg diperoleh debitur dari Bank Mutiara, tidak pernah ada dana yang mengalir ke TPPI," tegas Basya di Jakarta, Selasa (24/12).
Basya menjelaskan, saat ini TPPI menjadi anak usaha PT Tuban Petrochemical Industries pasca menjalani program restrukturisasi di bawah PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Tuban sendiri merupakan perusahaan yang saat ini mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah.
Pada Oktober 2012 lalu, TPPI melakukan program restrukturisasi pasca putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sebelum putusan PKPU, TPPI saat itu dipimpin langsung oleh pemilik lama yakni Honggo Wendratno. Sebelum putusan PKPU, utang perusahaan bidang petrochemical ini kepada pemerintah, BUMN dan swasta mencapai US$ 1,8 miliar.
Pasca restrukturisasi pemerintah melalui Pertamina dan SKK Migas, utang TPPI mencapai US$ 888 juta dan sisa utang sebesar US$ 1 miliar dikonversi menjadi kepemilikan saham milik pemerintah sebesar 52%, sehingga menjadi pemegang saham mayoritas.
Menurutnya, adanya isu yang melibatkan TPPI telah mengganggu proses revitalisasi aset pemerintah. Hal ini seiring dengan sudah dipegangnya keseluruhan asetnya oleh pemerintah yakni Pertamina dan Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Basya memastikan, saat ini pihaknya hanya mendapat pembiayaan kredit dari Bank UOB Singapura sebesar US$ 90 juta.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, penurunan modal Bank Mutiara disebabkan oleh debitur lama yang mengalami kasus kredit macet. Debitur lama yang memiliki hubungan dengan manajemen lama, mengakibatkan Bank Mutiara harus menggunakan modalnya untuk menambah penyisihan pencadangan aktiva produktif.
Berdasarkan catatan, total kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) Bank Mutiara per September 2013 mencapai Rp 1,02 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar atau 82,8% senilai Rp 840,21 miliar berasal dari warisan debitur manajemen lama.
Sementara sisanya senilai Rp 174,80 miliar atau sekitar 17,2% merupakan NPL debitur baru. Beberapa debitor warisan manajemen lama tersebut termasuk dalam 10 debitor penerima fasilitas Letter of Credit (L/C) yang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai bermasalah.
Dari total Rp 840,21 miliar kredit bermasalah warisan manajemen lama tersebut, diketahui sekitar Rp 411,5 miliarnya berasal dari empat perusahaan yang dikabarkan memiliki relasi bisnis dengan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Mereka antara lain PT Selalang Prima International, PT Polymer Spectrum Sentosa, PT Trio Irama, dan PT Catur Karya Manunggal.
Keempat perusahaan tersebut pada 2011 sudah dilakukan restrukturisasi, namun sejak Mei 2013 secara serentak tiba-tiba menghentikan cicilan pembayarannya. Bank Mutiara langsung menggolongkan kredit keempat perusahaan tersebut dari kolektibilitas 2 menjadi 5.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News