kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Transisi LIBOR Berakhir, Ini yang Bisa Dilakukan Industri Perbankan


Selasa, 04 Juli 2023 / 18:07 WIB
Transisi LIBOR Berakhir, Ini yang Bisa Dilakukan Industri Perbankan
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada para pelaku pasar terkait masa transisi London Interbank Offered Rate (LIBOR) telah berakhir.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada para pelaku pasar terkait masa transisi London Interbank Offered Rate (LIBOR) telah berakhir.

Berakhirnya penggunaan LIBOR tersebut sebagai bagian dari agenda global benchmark reform. Seluruh publikasi USD LIBOR telah dihentikan pada 30 Juni 2023.

Untuk diketahui LIBOR digunakan sebagai suku bunga referensi yang merepresentasikan indikasi suku bunga pinjam-meminjamkan antarbank (atau biaya wholesale funding bank) tanpa agunan (tanpa collateral atau unsecured).

Suku bunga referensi ini digunakan dalam banyak kontrak keuangan yaitu pada kontrak kredit dengan suku bunga mengambang, baik dalam segmen korporasi, sindikasi, maupun konsumen . LIBOR juga digunakan sebagai suku bunga referensi pada transaksi derivatif suku bunga seperti interest rate swap dan cross currency swap.

Untuk mengantisipasi berakhirnya LIBOR serta sejalan dengan rekomendasi Financial Stability Board Official Sector Steering Group (FSB-OSSG), OJK bersama para anggota lainnya yang tergabung dalam National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR), yakni Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Indonesia Foreign Exchange Market Committee, merekomendasikan agar para pelaku pasar tidak lagi menggunakan LIBOR.

"Para pelaku pasar bisa menggunakan Alternative Reference Rate (ARR) yang robust, berkelanjutan, dan kompatibel dengan pedoman dan peraturan yang relevan," kata Mirza Adityaswara, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK dalam konfrensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB), Selasa (4/7).

Baca Juga: Suku Bunga Kredit Naik, Bagaiman Dampaknya ke Pergerakan Bunga Kredit Bank?

Mirza menyampaikan OJK akan mengidentifikasi eksposur LIBOR di industri perbankan serta mengawal langkah persiapan industri perbankan terhadap diskontinu LIBOR.

"OJK juga memonitor kesiapan industri perbankan dan berkoordinasi dengan pelaku pasar sehingga transisi dapat berjalan lancar," kata Mirza.

Pengamat Ekonomi dan Pasar Modal Budi Frensidy menyampaikan industri bank juga memiliki potensi untuk menentukan arah bunga bank nasional.

"Kenyataannya, industri bank bersifat oligopoli dengan 4 bank terbesar menguasai hampir 60%, sehingga mereka juga punya potensi untuk menentukan arah suku bunga bank nasional, tentunya karena mereka juga tidak ingin labanya turun," kata Budi kepada Kontan, Selasa (4/7).

Menurut Budi, jika penggunaan LIBOR berakhir, maka proses penurunan bunga untuk yang tidak mengacu ke Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) adalah sangat lambat. Jika pun ada maka bersifat sticky downward (lengket ke bawah).

"Untuk itu pemerintah melalui BI harus menjadi pelopor dengan menginstruksikan penetapan bunga kepada perbankan nasional, seperti seruan penurunan bunga utang kartu kredit beberapa tahun lalu," kata Budi.

SVP Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menambahkan, alternatif lain dapat menggunakan overnight risk free rates (RFR).

Asal tahu saja, Bank Indonesia dalam publikasinya yang diterbitkan pada tahun 2021 yang berjudul "Panduan Transisi Libor" menuliskan diskontinuitas LIBOR tersebut mengakibatkan pelaku pasar harus segera bertransisi menggunakan suku bunga benchmark alternatif (ARR).

Untuk kontrak baru, transisi tersebut tidak menimbulkan masalah, karena kedua pihak dapat langsung menyusun kontrak baru menggunakan ARR yang disepakati. Namun, untuk kontrak eksisting, pelaku pasar harus melakukan beberapa penyesuaian, terutama terkait pengaturan fallback yang menggunakan ARR.

Isu lain dalam penggunaan ARR adalah, bahwa ARR hanya memiliki tenor overnight dan tidak memiliki credit risk. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan beberapa penyesuaian dalam implementasinya. Antara lain pembentukan term structure suku bunga, penetapan spread adjustment, dan penyesuaian waktu penetapan suku bunga (notice of payment).

Selain itu, berbeda dengan LIBOR yang dipublikasikan di London untuk lima mata uang secara sekaligus, ARR dipublikasikan oleh otoritas atau instansi yang ditunjuk di masing-masing negara.

Hal ini menimbulkan masalah perbedaan zona waktu terutama bagi pelaku pasar di zona Asia yang menggunakan Secured Overnight Financing Rate (SOFR) yang dipublikasikan di AS saat malam hari di Asia.

Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat konvensi tambahan untuk memastikan agar seluruh pihak yang menggunakan suku bunga in-arrears dapat mengetahui suku bunga efektif sebelum hari pembayaran.

Demi meningkatkan kredibilitas, transparansi dan mengurangi risiko manipulasi, ARR dipilih yang dibentuk berdasarkan transaksi pinjam/meminjamkan (bukan kuotasi) pada tenor yang paling likuid di pasar uang (transaction-based).

Seluruh otoritas pada negara mata uang LIBOR memilih ARR berupa rata-rata tertimbang transaksi repurchase agreement (secured) atau transaksi Pasar Uang Antar Bank (unsecured) dengan jangka waktu overnight. Pemilihan transaksi dengan tenor overnight dilakukan karena transaksi pada tenor tersebut paling likuid dan merefleksikan suku bunga funding wholesale perbankan.

Baca Juga: Ekonom: Tak Ada Urgensi Kenaikan Suku Bunga BI Tahun Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×