Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) memperketat kontraksi moneter dengan meningkatan suku bunga acuan alias BI rate semakin meningkatkan risiko likuiditas. Terbukti, pertumbuhan uang beredar (M2) yang terdiri dariĀ uang kartal, dana pihak ketiga (DPK), dan surat berharga mulai melambat.
Mengutip data BI, per Oktober 2013 uang beredar sebesar Rp 3.576,3 triliun. Jumlah iniĀ tumbuh 13% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan pertumbuhan uang beredar per September 2013 yang sebesar 14,6%.
Pelambatan pertumbuhan M2 bersumber dari pertumbuhan simpanan di perbankan yang melemah, dari 16% pada September 2013 menjadi 13,4% per Oktober 2013. Melemahnya penghimpunan DPK tidak mencukupi kebutuhan transaksi masyarakat, sehingga posisi DPK per Oktober 2013 turun 0,5% ketimbang September 2013.
BI mencatat, uang beredar melambat juga lantaran pertumbuhan tagihan perbankan ke perusahaan berbentuk pinjaman melambat dari 20,5% pada September 2013 menjadi 19,2% pada Oktober 2013. Pelambatan aktivitas sektor riil telah mempengaruhi permintaan kredit. Ini terutama di kredit modal kerja yang memiliki pangsa 47,5% terhadap total kredit perbankan.
Pelambatan laju pertumbuhan uang beredar juga lantaran penurunan aktiva luar negeri bersih akibat simpanan dana valas turun 5,9% pada Oktober 2013 dibandingkan bulan sebelumnya.
BI mencatat, meski bank sudah mengerek suku bunga simpanan deposito pasca kenakan BI rate, likuiditas masih akan ketat. Peningkatan suku bunga belum mampu menahan laju perlambatan penghimpunan dana masyarakat akibat pelemahan ekonomi.
Doddy Ariefianto, Head of Economic and Banking System Risk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menilai BI menginginkan pengetatan likuiditas. Persoalannya, pengetatan likuiditas berisiko memicu kenaikan suku bunga menjadi liar. "Kalau BI tidak hati-hati mengarahkan, suku bunga bisa terbang ke mana-mana," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News