Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah bank umum dengan modal mini yang berada dalam jajaran KBMI 2 dan KBMI 1 masih memiliki likuiditas longgar meskipun tengah dibayang-bayangi tren kenaikan suku bunga atau BI Rate.
Longgarnya lukuiditas perbankan bermodal mini terlihat dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat loan to deposit ratio (LDR) yang masih lebih tinggi dari industri. Bank-bank KBMI 2 mencatat rasio LDR 83,7% per September 2023, sementara untuk bank KBMI 1 mencatat rasio LDR 77,56%.
Adapun bank-bank bermodal mini yang telah merilis laporan keuangan untuk Kuartal III-2023, di antaranya PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) yang mencatat rasio LDR naik ke level 92,39% per September, dari 88,16% pada periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Ini Kata Bank Commonwealth Indonesia Soal Ketertarikan Akuisisi dari CIMB dan J Trust
Begitu juga dengan PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) yang mencatat rasio LDR berada di level 61,49% per September 2023, posisi ini naik dari level 55,40% pada periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, bank swasta yang baru rilis kinerja kuartal III-2023, adalah PT Bank Ina Perdana Tbk, Bank yang berada di KBMI I ini mencatat rasio LDR naik ke level 63,43% per september 2023, dari 49,29% pada tahun lalu.
Para bankir pun menyebut sebagai upaya untuk memperkuat likuiditas, mereka menempatkan dana bank pada berbagai instrumen, salah satunya adalah Surat Berharga.
"Mengenai penempatan investasi yang Bank BJB lakukan dalam mengelola likuiditas, kami lakukan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dan juga penempatan pada instrumen reksadana," kata Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB kepada Kontan, Selasa (31/10).
Baca Juga: Hapus Buku Kredit Perbankan Meningkat
Yuddy menyebut untuk nilai penempatan dana pada instrumen tersebut bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi likuiditas Bank BJB,
Jika melihat laporan keuangan konsolidasi pada Kuartal III-2023, Bank BJB menempatkan dana sebesar Rp29,25 triliun pada surat berharga, penempatan dana dalam bentuk Giro pada bank lain sebesar Rp913 miliar, dan penempatan pada bank Indonesia dan bank lain selain dalam bentuk Giro tercatat sebesar Rp1,1 triliun
Yuddy menyebut, penempatan dana bank di instrumen investasi seperti Surat berharga dan reksadana dengan juga memperhatikan momentum di market. "Sehingga kami dapat optimalkan untuk mendapatkan yield imbal hasil yang tinggi dan dapat meningkatkan fee based income bank," kata Yuddy.
Sementara itu, Direktur Keuangan, Treasury & Global Services Bank Jatim, Edi Masrianto juga menyebut hal yang sama terkait penempatan dana bank.
"Dana bank kami tempatkan tentunya terutama di kredit, sisanya setelah ditempatkan sebagai Giro Wajib Minimum (GWM), kami tempatkan ke surat berharga," kata Edi kepada Kontan, Selasa (31/10).
Edi merinci, setidaknya Bank Jatim menempatkan 35% dari total dananya di Surat Berharga. Jika melihat laporan keuangan Bank Jatim konsolidasi, bank ini menempatkan dananya di surat berharga sebesar Rp16 triliun per September 2023, dan Rp 598 miliar pada bank lain dalam bentuk Giro.
Bank Jatim sendiri pada Kuartal III-2023 tercatat menyalurkan kredit Rp 51,77 triliun atau tumbuh 12,61% yoy. Sementara DPK tumbuh 1,46% yoy menjadi Rp 84,19 triliun.
Baca Juga: Bunga Naik Jadi Pedang Bermata Dua Bagi Emiten Perbankan
Adapun untuk tantangan tren suku bunga yang tinggi, Edi bilang "Ya tantangannya adalah dengan adanya kenaikan suku bunga acuan kita harus agile untuk follow market sesuai batas risk apetite tidak jor-joran dengan mengikuti suku bunga tinggi di luar risk apetite," kata Edi.
Di sisi lain, untuk bank juga berupaya untuk memperoleh dana dari nasabah dengan produk yang sesuai kebutuhan customer dan menjalin lebih dekat dengan masabah, yakni salah satunya dengan strategi promosi dan bundling produk dana.
Asal tahu saja, berdasarkan data Kemenkeu, kepemilikan surat berharga negara (SBN) oleh perbankan per 24 Oktober 2023 mencapai Rp 1,630.64 triliun. Nilai ini terlihat menyusut 1,81% secara tahunan atau year on year (YoY) dari 24 Oktober 2022 yang mencapai Rp 1,660.93 triliun.
Dengan angka tersebut dapat dilihat dimana bank mengurangi penempatan dananya di surat berharga, dan terus memacu kinerja kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News