kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Cipta Kerja permudah asing masuk bank syariah? Begini kata pengamat dan bankir


Jumat, 16 Oktober 2020 / 16:38 WIB
UU Cipta Kerja permudah asing masuk bank syariah? Begini kata pengamat dan bankir
ILUSTRASI. Petugas teller melayani nasabah di Kantor cabang Bank Syariah Mandiri Bintaro Tangerang Selatan, Rabu (20/9).


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Noverius Laoli

Pertama, dalam butir 3 tentang permodalan. Dalam UU sebelumnya, aturan mengenai permodalan diatur sesuai dengan regulasi Bank Indonesia. Nah, dalam UU Cipta Kerja peraturan tersebut kini diatur oleh regulator penanaman modal.

Kedua, dalam butir 1 tentang kepemilikan bank semula diatur mengenai ketentuan pelengkap (pairing). Namun, dalam UU Cipta Kerja pairing tersebut dihilangkan, dengan kata lain menjadi lebih mudah. "Aturan pengganti ini tidak ada pairingnya. Dapat bermakna pemiliknya bisa berupa campuran dari ketiga jenis pemegang saham," kata Adiwarman belum lama ini.

Hanya saja, Dia mengingatkan bahwa aturan-aturan tersebut baru merupakan pengkajian dari draf UU Cipta Kerja. Artinya, dimungkinkan berbeda dengan UU Cipta kerja yang sudah disahkan oleh DPR.

Namun bila tidak diubah, maka bisa dibilang UU Cipta Kerja yang baru justru memudahkan investor untuk mendirikan bank syariah di Tanah Air. Adiwarman juga menambahkan, kemungkinan Pemerintah akan segera merilis aturan turunan mengenai UU baru tersebut, untuk memberi penjelasan lebih lanjut.

Sejumlah bankir syariah pun sepakat kalau adanya Omnibus Law bakal mempermudah akses asing untuk berinvestasi. Direktur Perbankan Syariah PT Bank CIMB Niaga Tbk Pandji P. Djajanegara cara itu memang salah satu yang paling ampuh untuk menggerakkan industri perbankan syariah secara signifikan.

Baca Juga: Tingkatkan daya saing UMKM, Kemendag jalin kerjasama dengan Bank BNI

"Salah satu masalah bank umum syariah (BUS) adalah keterbatasan dalam permodalan," ujar Pandji. Dia bilang, saat ini kategori BUS di Tanah Air saat ini memang baru sebatas BUKU II dan BUKU III. Masyarakat juga tidak perlu khawatir adanya potensi keuntungan bank syariah bakal lari ke luar negeri.

Karena, sesuai dengan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemegang saham memang didorong untuk terus melakukan penambahan modal melalui pemenuhan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR).

Lagipula, menurut Pandji dengan membatasi kepemilikan asing di bank syariah akan menyulitkan Indonesia dalam transaksi global dalam jaringan Islamic Finance. "Bellum lagi menghadapi persaingan fintech yang dimiliki asing, yang beroperasi secara global. Tentu makin menyulitkan perbankan syariah," imbuh Pandji.

Di samping itu, menurut pandangan CIMB Niaga Syariah yang sebagain sahamnya juga dimiliki oleh asing yaitu CIMB Group Malaysia, pada praktiknya penerapan hukum Islam atau prinsip syariah seharusnya bersifat universal dan tidak boleh ada sekat batasan negara. Karena, hanya dengan cara itu bisnis keuangan bisa lebih ekspansif.

Senada dengan Pandji, Direktur Utama PT Bank BCA Syariah John Kosasih mengatakan baleid baru ini dibuat justru untuk memperjelas ketentuan kepemilikan di perbankan syariah. "Asing tetap boleh memiliki (bank syariah) tetapi dengan pola kemitraan dan ada batas ketentuan kepemilikan yang harus dipatuhi," tuturnya.

Selanjutnya: Sinergi Bank Syariah Amanah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×