Reporter: Adrianus Octaviano, Selvi Mayasari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu sistem pembayaran menjadi salah satu sorotan dalam negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Hal ini dinilai menjadi salah satu penghambat dalam peningkatan hubungan perdagangan kedua negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sektor keuangan menjadi salah satu topik dalam pertemuan negosiasi pekan lalu.
Baca Juga: Transaksi QRIS BNI Melesat 67% selama Ramadan dan Lebaran
Pihak AS menyampaikan sejumlah masukan terkait sistem pembayaran domestik Indonesia.
“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan sistem pembayaran yang menjadi perhatian pihak AS,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, akhir pekan lalu.
AS Keluhkan GPN dan QRIS Hambat Akses Pasar
Kritik terhadap sistem pembayaran Indonesia tercantum dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada akhir Februari lalu.
Baca Juga: Bank Mandiri Catatkan Nilai Transaksi QRIS Rp 6,1 Triliun Selama Ramadan dan Lebaran
AS menyoroti dua kebijakan utama, yakni:
- Peraturan BI No. 19/8/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN):
Mewajibkan seluruh transaksi ritel domestik diproses melalui lembaga switching lokal berlisensi BI.
Kepemilikan asing dibatasi maksimal 20% untuk perusahaan switching.
Melarang layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi ritel domestik.
- Peraturan BI No. 21/2019 tentang Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS):
Menetapkan standar nasional QR untuk seluruh transaksi.
Pihak internasional dinilai minim dilibatkan dalam proses perubahan kebijakan QRIS.
Baca Juga: Transaksi QRIS Perbankan Naik Saat Ramadan Lebaran
Kebijakan tersebut berdampak langsung pada perusahaan pembayaran global seperti Visa dan Mastercard, yang selama ini mendominasi layanan transaksi kartu di Indonesia.
Pangsa Pasar Global Menyusut, Tapi Transaksi di RI Masih Tinggi
Berdasarkan data Statista, pangsa pasar global Visa dan Mastercard mengalami penurunan sejak 2014. Visa turun dari 57,7% menjadi 38,7% pada 2022 dan Mastercard turun dari 26,3% menjadi 24%.
Meski demikian, nilai transaksi keduanya di Indonesia masih tinggi. Pada 2023, Visa mencatat transaksi sebesar US$ 76,12 miliar dan Mastercard mencatat US$ 72,6 miliar.
ASPI dan Perbankan: Transaksi Masih Tumbuh
Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Santoso Liem, yang juga Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menilai, Visa dan Mastercard masih mendominasi transaksi lintas negara. Sementara di dalam negeri, QRIS kian diminati karena efisiensi biaya.
“QRIS sudah bisa digunakan cross border, tapi belum semua negara. Konsumen pilih yang lebih murah,” ujar Santoso, Minggu (20/4).
Ia juga menjelaskan bahwa GPN lebih berdampak pada bisnis kartu debit, sementara kartu kredit masih tumbuh, terutama untuk segmen menengah atas.
Baca Juga: Jalin Optimistis QRIS Tap NFC Dongkrak Transaksi hingga 500 Ribu per Hari
Senada, SVP Credit Cards Group Bank Mandiri, Agus Hendra Purnama, menyebutkan transaksi kartu kredit Visa dan Mastercard di Mandiri masih bertumbuh positif.
Ia merinci, pada periode Januari hingga Maret 2025, volume transaksi dari Visa tumbuh 15% dan Mastercard tumbuh positif 34% dari tahun sebelumnya.
“Dengan total 2 juta kartu kredit yang beredar di masyarakat, transaksi Mandiri Kartu Kredit diproyeksi akan tumbuh di kisaran 30%,” ujarnya.
Sementara itu, Grace Situmeang, GM Divisi Bisnis Kartu BNI, mengatakan transaksi Visa dan Mastercard di BNI masih stabil dengan nilai transaksi yang besar. Meski tak merinci angka, Grace menyebut tren QRIS juga terus meningkat.
Selanjutnya: SBN Ritel 2025 Makin Diburu, SR022 Diprediksi Jadi Primadona Baru
Menarik Dibaca: 10 Makanan Tinggi Purin Ini Meningkatkan Risiko Asam Urat & Merusak Sendi lo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News