Reporter: Adhitya Himawan, Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perbankan Tanah Air masih mengalami situasi likuiditas seret. Kondisi ini juga menghampiri bank-bank kategori Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbaru, per Januari 2014, rasio likuiditas atawa loan to deposit ratio (LDR) bank pelat merah sebesar 89,84%. Angka ini melonjak 8% dibandingkan periode sama di tahun 2013 yang sebesar 81,84%. Salah satu biang kerok ketatnya likuiditas bank BUMN adalah lonjakan kredit.
Sepanjang periode Januari kemarin, pertumbuhan kredit bank pelat merah sebesar 22,64%. Di akhir Januari 2014, total kredit bank BUMN mencapai Rp 1.159,58 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan target Bank Indonesia (BI) yang menganjurkan bank mengerem kredit di level 15%-17%.
Penyebab lain adalah, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tidak mampu mengejar pertumbuhan kredit. Di awal tahun ini, DPK bank-bank persero hanya tumbuh 11,71% menjadi Rp 1.290,65 triliun, dari sebelumnya Rp 1.155,29 triliun di tahun 2013.
"Tren pengetatan likuiditas terjadi di Bank BNI," ujar Tribuana Tunggadewi, Sekretaris Perusahaan BNI, kepada KONTAN, Selasa, (25/3). Ia menjelaskan, kenaikan rasio likuiditas BNI akibat pertumbuhan DPK lebih rendah.
"Ada pengaruh dari January Effect, yaitu DPK di bulan Januari lebih rendah," ujar Tribuana. Hingga akhir tahun nanti, BNI berharap bisa menjaga LDR di level 85%-87%.
Selain menghimpun DPK, BNI juga memanfaatkan pasar antar bank (interbank) dan repo. "Kami akan menaikkan bunga simpanan mengikuti BI rate sebagai referensi," terang Tribuana.
Achmad Baequni, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengatakan likuiditas memang ketat, tapi tidak seketat tahun lalu. "Kami menggenjot DPK untuk ekspansi," kata Baequni.
BRI menargetkan, LDR tahun ini 80%-90%. "Kami akan melakukan strategi kenaikan bunga pinjaman jika bank-bank besar lain melakukan hal serupa," ujar Baequni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News