Reporter: Andri Indradie | Editor: Johana K.
JAKARTA. Merger antara Bank Ekonomi Raharja dengan saudaranya, Hong Kong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) Indonesia, masih sebatas opsi. Meski begitu, manajemen Bank Ekonomi menegaskan, pilihan tersebut bisa saja berubah seiring dengan tahapan evaluasi dan kebutuhan masing-masing bank.
"HSBC dan Bank Ekonomi Raharja tetap berdiri sebagai badan hukum terpisah. Namun, kami tetap melihat beberapa kemungkinan opsi," kata Endy Abdurrahman, Chief Human Resources Officer Bank Ekonomi Raharja kepada KONTAN, Senin (1/2).
Bank Indonesia (BI) mengatakan belum menerima satupun permohonan izin merger perbankan, baik dari bank lokal maupun bank asing hingga saat ini. "Termasuk dari HSBC maupun Bank Ekonomi," ujar Joni Swastanto, Direktur Perizinan dan Informasi Perbankan BI.
Sebelumnya, sumber KONTAN di HSBC yang enggan disebut namanya memberikan bisikan, saat ini HSBC tengah melaksanakan tender untuk mencari pihak yang bisa menyukseskan proses merger keduanya.
"HSBC pusat akan menggabungkan HSBC Indonesia dengan bank yang sebelumnya dikuasai oleh keluarga Katuari (Bank Ekonomi)," ucap si sumber. HSBC Group merasa mengoperasikan dua bank biayanya mahal. "Maka, dengan melakukan merger, tentu akan lebih efisien," lanjut sumber tadi.
Tak perlu merger karena beda badan hukum?
Selain efisiensi, secara umum ada beberapa hal lain yang mendorong bank-bank melakukan aksi merger.
Pertama, soal permodalan.Pejabat Sementara Gubernur BI Darmin Nasution menghimbau, agar langkah merger dilakukan oleh perbankan sebagai solusi untuk mengatasi masalah permodalan. "Dengan merger, kondisi bank akan semakin sehat. Ini poin pentingnya, ketimbang kewajiban harus memenuhi permodalan sebesar Rp 100 miliar," tegas Darmin beberapa waktu lalu.
Endy menegaskan, saat ini Bank Ekonomi tidak bermasalah dengan permodalan. Bisnis mereka juga terus bertumbuh. "Kami juga terus berupaya untuk mengimplementasikan praktik-praktik perbankan terbaik yang diterapkan oleh HSBC Group," imbuhnya.
Kedua, adanya Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang menyiratkan pengurangan jumlah bank yang dinilai BI terlalu banyak.
Ketiga, Peraturan BI (PBI) Nomor 8/16/PBI/2006 tentang kepemilikan tunggal (single present policy). Aturan ini memaksa pemegang saham yang menguasai beberapa bank melakukan merger.
Menurut Joni, HSBC dan Bank Ekonomi tidak berbenturan dengan aturan kepemilikan tunggal ini. Sebab, HSBC adalah badan hukum asing, sedangkan Bank Ekonomi berbadan hukum Indonesia.
Sekadar informasi, awalnya HSBC hanya menggenggam 88,89% saham Bank Ekonomi pasca akuisisi di bulan Mei 2009, senilai Rp 6,2 triliun. Selepas akuisisi tersebut, HSBC kemudian menaikkan kembali porsi kepemilikannya di Bank Ekonomi menjadi 98,96%.
Bank Ekonomi memiliki porsi saham sebanyak ini setelah menyelesaikan proses pembelian saham dari pemegang saham publik atau tender offer di bulan Agustus 2009 senilai Rp 713,4 miliar.
Per September 2009, dana pihak ketiga Bank Ekonomi mencapai Rp 18,62 triliun. Adapun total kreditnya sebesar Rp 8,71 triliun, dengan rasio permodalan (CAR) mencapai 20,66%. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News