Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT Asuransi Allianz Life Indonesia terancam kehilangan 20% nasabah korporasinya dari penerapan wajib program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan pada 1 Januari 2015 mendatang. Hingga November 2014, Allianz Life mencatat jumlah nasabah korporasinya mencapai 800.000 orang atau berasal dari 3.000 peserta.
Angelia Agustine, Head of Group Policy Management and Claim Allianz Life Indonesia mengatakan, pihaknya mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS. Hal itu dibuktikannya lewat partisipasi perusahaan asuransi yang berbasis di Jerman tersebut dengan menandatangani kesepakatan koordinasi manfaat dan mengikutsertakan seluruh karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Namun, tidak dapat dipungkiri, kebijakan baru percepatan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional untuk badan usaha alias peserta korporasi malah menghantui kelangsungan bisnis asuransi swasta. Allianz Life sendiri telah melakukan komunikasi dengan nasabah korporasi. Hasilnya, ada 3 karakter dari nasabah korporasi yang diperkirakan akan bereaksi.
“Pertama, mereka yang bersedia untuk mengikutsertakan karyawannya, tanpa menurunkan manfaat yang selama ini diperoleh dari asuransi swasta. Kedua, mereka yang kemudian mengurangi manfaat dan ketiga, mereka yang memutus kontrak dengan asuransi swasta beralih ke BPJS Kesehatan. Nah, 80% nasabah korporasi kami mengambil fasilitas kesehatan kelas 1. Artinya, sisanya ini berpeluang mengurangi manfaat atau memutus kontrak dengan asuransi swasta,” ujarnya, Kamis (18/12).
Pasalnya, sambung Angelia, BPJS Kesehatan menerbitkan addendum kesepakatan koordinasi manfaat yang jauh berbeda dari yang telah ditandatangani Allianz Life dan pelaku industri asuransi lainnya. Di dalam addendum itu, koordinasi kepesertaan tidak dapat berjalan karena BPJS Kesehatan mewajibkan badan usaha mendaftarkan karyawannya secara langsung, tidak boleh lewat asuransi swasta.
Selain itu, peluang untuk koordinasi manfaat dari sisi premi dan klaim semakin kecil, karena operator program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut tetap memberlakukan prosedur berjenjang di fasilitas kesehatan BPJS. Ironisnya, cuma ada 16 rumah sakit yang menjadi fasilitas kesehatan BPJS dari 1.200 yang diusulkan pelaku industri asuransi.
“Kami melalui Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia sudah melayangkan surat kepada BPJS dan Presiden. Agar penerapan untuk badan usaha diundur. Selain itu, petunjuk pelaksanaan koordinasi manfaat kan masih sepihak dari BPJS. Ini sulit dijalankan,” terang Angelia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News