Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan retensi sendiri dari perusahaan asuransi dinilai perlu mempertimbangkan sejumlah hal. Diantaranya untuk jenis pertanggungan sebaiknya tidak dipukul rata.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Julain Noor menyebut, besaran retensi sendiri sebaiknya dibedakan dari jenis risiko yang berbeda. Untuk risiko yang pertanggungannya kecil, ia menilai memungkinkan bagi perusahaan untuk memiliki pertanggungan sendiri yang lebih besar.
Namun untuk pertanggungan yang besar, ia menilai dibutuhkan porsi retensi yang lebih proporsional. "Pertanggungan katastropik misalnya masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap dukungan dari reasuransi termasuk dari luar," katanya, Senin (21/9).
OJK sendiri akan menaikkan batas retensi sendiri perusahaan asuransi menjadi 1,5% dari ekuitas dalam POJK yang sedang digodok. Rasio ini naik dari sebelumnya sebesar 1%.
Terlepas dari hal tersebut, ia menilai kemampuan industri asuransi umum dalam menahan risiko disebutnya makin besar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan bisnis perusahaan yang mendorong penggemukan modal mereka. "Apalagi sebelumnya sejumlah perusahaan meningkatkan modal mereka untuk memenuhi ketentuan modal minimal," ungkapnya.
Rencana ini, menurut Julian juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas perusahaan asuransi dan dukungan reasuransi lokal. Tujuannya untuk mengurangi defisit neraca perdagangan di industri keuangan karena selama ini industri asuransi masih banyak mengalihkan risiko ke perusahaan reasuransi asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News