Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (daring) tengah dihadapkan kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman yang dipermasalahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU menduga 97 terlapor yang merupakan fintech P2P lending yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyepakati besaran bunga pinjaman secara bersama-sama.
Permasalahan yang disorot KPPU, yakni adanya dugaan kesepakatan menentukan besaran bunga 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Code of Conduct atau Pedoman Perilaku AFPI.
Mengenai hal itu, AFPI beserta 97 penyelenggara menolak tuduhan KPPU mengenai kesepakatan penentuan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga pinjaman seperti yang tertuang dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) KPPU.
Baca Juga: Terlapor Bantah Tuduhan KPPU Soal Kesepakatan Bunga Pinjol, Sidang Berpotensi Lanjut
Ketua Umum AFPI Entjik Djafar mengatakan tuduhan tersebut tidak tepat karena pengaturan batas maksimum bunga ditujukan untuk perlindungan konsumen dari praktik predatory lending yang dilakukan oleh pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Pengaturan batas maksimum juga merupakan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada saat itu. Jadi, sama sekali tidak ada unsur kesepakatan di dalamnya,” katanya seusai sidang lanjutan mengenai tanggapan terlapor yang digelar KPPU di Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
Lebih lanjut, Entjik juga menyampaikan Pedoman Perilaku AFPI yang dianggap oleh investigator KPPU sebagai bukti adanya pengaturan harga justru disusun bukan untuk membatasi persaingan, melainkan bertujuan melindungi konsumen dari praktik penagihan intimidatif dan pengenaan bunga tinggi oleh pinjol ilegal yang marak terjadi sebelum adanya regulasi.
Entjik menyebut batas maksimum bunga sebesar 0,8% pada 2018, kemudian diturunkan menjadi 0,4% pada 2021 yang diatur dalam Pedoman Perilaku AFPI merupakan bunga maksimum (ceiling price), bukan suku bunga tetap (fixed price). Dia bilang setiap platform fintech lending memiliki independensi dalam menetapkan bunga selama tidak melebihi batas maksimum tersebut.
Pada praktiknya, Entjik mengatakan setiap penyelenggara fintech lending menerapkan suku bunga yang berbeda-beda sesuai dengan sektor dan risiko bisnisnya masing-masing. Dengan demikian, kompetisi di dalam industri tetap terjaga, sehingga menciptakan keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlanjutan industri.
Oleh karena itu, Entjik menilai wajar para fintech lending menyampaikan tanggapan menolak tuduhan yang diajukan investigator KPPU pada saat persidangan KPPU, Kamis (11/9/2025). Sebab, dia bilang seluruh penyelenggara merasa tidak pernah ada kesepakatan menentukan harga, apalagi melakukan praktik kartel.
"Platform dan asosiasi hanya mengikuti arahan regulator. Apakah ada pelaku usaha yang berani untuk tidak menjalankan arahan regulator? Pelaku usaha yang tertib dan patuh seharusnya tidak dituduh melakukan praktik persaingan tidak sehat,” kata Entjik.
Baca Juga: Outstanding Pembiayaan Fintech Lending ke Luar Jawa Rp 25,42 Triliun per Juli 2025
Sebagai informasi, sidang lanjutan kesepakatan bunga di fintech lending telah digelar pada Kamis (11/9/2025), beragendakan penyampaian tanggapan terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP), serta alat bukti berupa surat dan/atau dokumen, serta daftar saksi/ahli.
Dalam sidang tersebut, sebanyak 19 terlapor menyampaikan tanggapannya secara langsung mengenai LDP. Sisa terlapor menyampaikan tanggapan secara tertulis baik melalui softcopy dan hardcopy. Adapun jika terlapor membantah atau menolak LDP tersebut, tentu sidang berpotensi dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni agenda pembuktian. Namun, apabila menerima seluruhnya, maka sidang dinyatakan dihentikan atau usai, sehingga keputusan akhir berada di tangan Majelis KPPU.
Berdasarkan tanggapan 19 terlapor yang merupakan penyelenggara fintech lending saat persidangan, Investigator KPPU Arnold Sihombing menilai kemungkinan besar sidang akan tetap dilanjutkan ke tahap berikutnya. Dia mengatakan hal itu karena dari total 19 terlapor menyatakan membantah isi dari LDP yang disampaikan KPPU.
"Sebanyak 19 terlapor sudah jelas-jelas menolak, kemungkinan pasti lanjut (tahapan berikutnya)," ungkapnya saat ditemui di kantor KPPU, Kamis (11/9/2025).
Sebagai informasi, seusai sidang lanjutan yang digelar pada Kamis (11/9), Majelis Komisi KPPU akan mempelajari tanggapan tertulis para terlapor atas LDP, kemudian melanjutkan sidang pada 15 September 2025 hingga 18 September 2025, dengan agenda pemeriksaan alat bukti terlapor (Inzage).
Nantinya, Majelis Komisi akan melakukan rapat untuk memutuskan sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak.
Selanjutnya: Reksadana Saham Henan Asset Catat Imbal Hasil Tinggi, Ini Strategi Portofolionya
Menarik Dibaca: Peran Pendidikan Penting, Blue Bird Berikan Beasiswa ke Keluarga Mitra Pengemudi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News