Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Terdapat beberapa hal signifikan dalam aturan yang tengah digodok oleh OJK. Pada rancangan baru, regulator menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan perizinan dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.
Selain itu, OJK ingin fintech P2P lending semakin serius menjalankan bisnis. Terlihat dalam rancangan aturan baru, regulator menginginkan ada tiga orang direksi dan tiga orang komisaris. Padahal dalam aturan sebelumnya minimal cuma satu orang baik untuk mengisi posisi direksi maupun komisaris.
Bagi platform yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, maka wajib memiliki paling sedikit satu orang dewan pengawas syariah. Dalam beleid sebelumnya, hal ini belum diatur.
Baca Juga: Jelang akhir tahun, transaksi digital perbankan kian ramai
Selain itu, regulator menginginkan agar P2P lending berupaya menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap selama tiga tahun pertama. Tahapannya 15% pada tahun pertama, 30% tahun kedua, dan minimal 40% di tahun ketiga.
Tak hanya itu, jumlah pendanaan di luar Jawa harus ditingkatkan, lantaran dalam rancangan aturan baru minimal 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Rinciannya, 15% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, dan minimal 25% pendanaan ke luar Jawa pada tahun ketiga.
Pada aturan sebelumnya, kewajiban penyaluran pinjaman ke sektor produktif dan pendanaan ke luar Jawa belum diatur. OJK juga mempertegas agar industri meningkatkan perlindungan data pribadi pengguna.
OJK juga meningkatkan mitigasi risiko yang ada di fintech P2P lending mencakup risiko operasional, reputasi, hukum, fraud, dan risiko lainnya yang berdasarkan model bisnis penyelenggara. Regulator juga mengatur terkait kerja sama pertukaran data.
Selanjutnya: AFPI sebut penyaluran pinjaman P2P lending di 2021 dapat mencapai Rp 86 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News