kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

AFPI minta aturan baru OJK terkait P2P lending tak ganggu keberlangsungan industri


Selasa, 08 Desember 2020 / 15:35 WIB
AFPI minta aturan baru OJK terkait P2P lending tak ganggu keberlangsungan industri
ILUSTRASI. Peer to Peer (P2P) Landing. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis rancangan aturan baru POJK tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi atau peer to peer (P2P) lending. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berharap aturan baru tidak mengganggu keberlangsungan industri.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menyatakan empat hal terkait implementasi dari rancangan aturan main P2P lending tersebut. Asosiasi berharap kehadiran aturan baru nantinya tidak menghambat transaksi dan pertumbuhan jumlah pemberi pinjaman atau lender.

Oleh sebab itu, AFPI telah memberikan sejumlah masukan atas Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech P2P lending. “Sebaiknya aturan baru tidak menghambat investasi dari investor ke industri P2P lending,” ujar Sunu pada Senin (7/12).

Baca Juga: Sempat dihentikan, OJK buka kembali perizinan layanan equity crowdfunding

Lalu AFPI menyarankan agar birokrasi yang diterapkan oleh OJK nantinya bisa lebih sederhana. Apalagi berbagai penyelenggara fintech berada pada tahap mulai bangkit dari dampak pandemi.

Terakhir, AFPI menilai perlu adanya kelonggaran terhadap ketentuan batas waktu hingga periode tertentu di beberapa aspek regulasi. Sehingga penyelenggara baru yang terdaftar bisa berkembang. "Karena tidak semua pemain memiliki tahapan yang sama. Ada yang sudah mapan, ada yang baru mulai, ada yang masih berkembang. Jadi ini terutama buat anggota kita yang sebenarnya bisa memenuhi aturan, tapi butuh waktu sedikit lebih lama," jelasnya.

Juru Bicara AFPI Andi Taufan menambahkan pada dasarnya, AFPI mendukung langkah OJK untuk selalu mengembangkan dan memperbaiki regulasi yang ada. Ia menyebut Rancangan POJK fintech P2P lending itu bisa meningkatkan kualitas industri.

secara garis besar RPOJK tersebut juga memiliki beberapa ketentuan yang dapat masih perlu dikoordinasikan dengan OJK untuk menjaga pertumbuhan industri fintech P2P lending dan inklusi keuangan yang diupayakan oleh penyelenggara.

Baca Juga: Layanan API Bank Mandiri sudah memiliki 300 mitra bisnis

Taufan menambahkan RPOJK ini merupakan sebuah penantian yang diharapkan dapat memajukan serta mengembangkan inovasi pada sektor fintech pendanaan. AFPI sangat mendukung langkah OJK untuk selalu mengembangkan dan memperbaiki regulasi yang ada serta dapat meningkatkan kualitas industri fintech P2P lending.

“Kami berharap, RPOJK dapat dibuat dengan mengedepankan principal based approach sehingga dapat menghasilkan ketentuan yang mengedepankan esensi-esensi prinsipnya, dengan pertimbangan bahwa penyelenggara tidak menghimpun atau mengelola dana masyarakat serta bisnis model penyelenggara yang bersifat start-up yang perlu dapat bergerak cepat dan efisien,” tambah Taufan.

Terdapat beberapa hal signifikan dalam aturan yang tengah digodok oleh OJK. Pada rancangan baru, regulator menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan perizinan dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.

Selain itu, OJK ingin fintech P2P lending semakin serius menjalankan bisnis. Terlihat dalam rancangan aturan baru, regulator menginginkan ada tiga orang direksi dan tiga orang komisaris. Padahal dalam aturan sebelumnya minimal cuma satu orang baik untuk mengisi posisi direksi maupun komisaris.

Bagi platform yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, maka wajib memiliki paling sedikit satu orang dewan pengawas syariah. Dalam beleid sebelumnya, hal ini belum diatur.

Baca Juga: Jelang akhir tahun, transaksi digital perbankan kian ramai

Selain itu, regulator menginginkan agar P2P lending berupaya menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap selama tiga tahun pertama. Tahapannya 15% pada tahun pertama, 30% tahun kedua, dan minimal 40% di tahun ketiga.

Tak hanya itu, jumlah pendanaan di luar Jawa harus ditingkatkan, lantaran dalam rancangan aturan baru minimal 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Rinciannya, 15% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, dan minimal 25% pendanaan ke luar Jawa pada tahun ketiga.

Pada aturan sebelumnya, kewajiban penyaluran pinjaman ke sektor produktif dan pendanaan ke luar Jawa belum diatur. OJK juga mempertegas agar industri meningkatkan perlindungan data pribadi pengguna.

OJK juga meningkatkan mitigasi risiko yang ada di fintech P2P lending mencakup risiko operasional, reputasi, hukum, fraud, dan risiko lainnya yang berdasarkan model bisnis penyelenggara. Regulator juga mengatur terkait kerja sama pertukaran data.

Selanjutnya: AFPI sebut penyaluran pinjaman P2P lending di 2021 dapat mencapai Rp 86 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×