Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah lama ditunggu-tunggu, akhirnya industri teknologi finansial (tekfin) yang lebih populer dengan sebutan fintech, benar-benar punya payung hukum. Otoritas Jasa keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 13 tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital sektor keuangan.
Namun demikian, aturan ini bukan hanya memayungi industri tekfin. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjelaskan, aturan ini mengakomodasi lembaga keuangan yang mengembangkan inovasi keuangan digital (IKD), baik di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, platform tekfin, serta perusahaan keuangan lain. Bukan hanya untuk industri teknologi finansial, melainkan sektor keuangan lain yang berbasis digital. Kemudian akan ada aturan turunan yang fokus mengatur tiap sektor seperti POJK Nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, ujar Nurhaida.
Aturan tertanggal 15 Agustus 2018 ini terdiri dari 43 pasal, antara lain membahas tujuan pembentukan Inovasi Keuangan Digital, regulatory sandbox, perlindungan dan kerahasiaan data. Ada pula pasal-pasal yang menjelaskan ruang lingkup bisnis keuangan digital, yakni penghimpunan modal, pengelolaan investasi, penghimpunan dan penyaluran dana, pendukung pasar dan lainnya.
Aturan bisnis penghimpun modal, antara lain mencakup equity crowdfunding, virtual exchange, dan smart contract. Sedangkan pengelolaan investasi mencakup aspek-aspek advance algorithm, cloud computing, capabilities sharing, open source information technology, automated advice and management, social trading, dan retail algorithmic trading.
Jurubicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, peraturan ini merupakan payung hukum yang menaungi seluruh perusahaan keuangan yang mengembangkan inovasi di sektor digital. Tujuan aturan ini memberikan manfaat dan perlindungan masyarakat.
Secara umum, peraturan ini merupakan wujud pengawasan berbasis market of conduct yang selaras dengan peraturan OJK yang berbasis prinsip. Nah, salah satu hal penting dalam aturan ini adalah regulatory sandbox. Ini merupakan mekanisme pengujian oleh OJK untuk menilai kemampuan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, serta tata kelola penyelenggara keuangan digital.
Regulatory sandbox diperlukan untuk mempelajari, menganalisis, serta memahami risiko dan tata kelola model bisnis perusahaan keuangan yang masuk sandbox. Dengan demikian bisa diketahui profil risiko serta pengawasan dan pengaturan yang sesuai model bisnis perusahaan tersebut, kata Sekar, Jumat (24/8).
Tidak tanggung-tanggung, masa yang diperlukan OJK untuk menguji perusahaan yang masuk "kotak pasir" ini bisa sampai 1,5 tahun.
CEO dan Co-Founder PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) Ivan Nikolas Tambunan menyoroti pasal 30 aturan ini. Dia melihat perlindungan dan kerahasiaan data merupakan poin penting, terutama untuk mengantisipasi prosedur penagihan platform yang merugikan peminjam, seperti terjadi pada pinjam meminjam online RupiahPlus. "Akan ada aturan turunan berupa Surat Edaran OJK yang lebih detail," ujarnya.
Terbitnya aturan ini jelas sebuah langkah maju bagi industri keuangan digital. Cuma, mengingat laju perkembangan teknologi yang kian pesat, OJK juga musti lebih gesit mengikuti perkembangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News