Reporter: Feri Kristianto | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pelaku asuransi syariah harus kerja keras agar aset tumbuh besar dan tidak dipandang sebelah mata. Sebab, berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), sampai kuartal III-2012, aset industri asuransi syariah baru 3,54% dari total aset industri asuransi senilai Rp 322,2 triliun. Sampai akhir September, aset syariah tumbuh tipis 7,26% dibandingkan akhir kuartal III-2011. Angka ini masih jauh dibandingkan pertumbuhan aset industri asuransi sebesar 12%.
Menurut Srikandi Utami, Wakil Ketua Bidang Statistik Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), pertumbuhan aset kecil karena faktor kontribusi premi. Pada akhir kuartal III-2012, premi belum maksimal, sehingga tidak mengerek aset. Sampai kuartal tiga, total premi asuransi syariah Rp 4,5 triliun, tumbuh 52,9% dibanding periode sama tahun lalu.
Asuransi jiwa syariah berkontribusi Rp 9,1 triliun dan asuransi umum Rp 2,3 triliun. Dengan angka sebesar itu, kontribusi asuransi syariah 3,96% dari total premi industri asuransi Rp 114,3 triliun.
Pencapaian premi syariah pada kuartal tiga lalu mirip periode sama tahun 2011. Berlakunya aturan uang muka kredit sejak pertengahan tahun ini, tak banyak membantu peningkatan permi. Pasalnya, kontribusi premi masih dominan keagenan dan bancassurance, dari multifinance masih mini.
Keagenan ditaksir berkontribusi hingga 50%, bancassurance 15%. Sisanya dari grup dan individual. "Leasing masih sangat rendah beda dengan agen dan bancassurance," terangnya pada Kamis (6/12).
Kepala Departemen Pengembangan Produk Syariah Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance), Bambang Haryanto, menambahkan sepanjang kuartal III lalu ada limpahan premi, karena aturan uang muka kredit di bisnis konvensional. Tapi, pengaruhnya tidak besar, sebab pendanaan multifinance untuk syariah masih dibatasi.
M Nasyubun, Kepala Divisi Syariah Bumida, menilai pendanaan terbatas dari bank syariah membuat perolehan premi asuransi syariah dari multifnance rendah.
Srikandi menilai, meskipun sepanjang kuartal tiga tumbuh tipis, aset asuransi syariah belum bisa disebut stagnan. Sebab, biasanya, pada akhir tahun jalur keagenan memberikan kontribusi besar terhadap premi. Maklum, iming-iming bonus perusahaan membuat agen kerja keras mengerek premi. "Untuk kuartal III, oke disebut tipis, tapi hasil final di akhir tahun baru kelihatan, biasanya melonjak tajam," kata Srikandi.
Banyak hal harus dilakukan industri syariah agar aset tumbuh tinggi. Dari segi premi, mereka harus memaksimalkan jalur distribusi secara merata. Tidak hanya mengandalkan keagenan dan bancassurance.
Selain itu, mengerek porsi investasi. Akhir September, total investasi Rp 9,3 triliun, tumbuh 9,94% (year on year/yoy). Angka tersebut mencapai 3,39% dari total investasi asuransi Rp 276 triliun.
Saat ini jumlah asuransi syariah 46 perusahaan. Rinciannya, empat perusahaan full asuransi jiwa syariah, dua asuransi kerugian syariah, 17 unit asuransi jiwa syariah, 20 asuransi umum syariah, dan tiga unit reasuransi syariah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News