Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Johana K.
JAKARTA. Proyeksi pertumbuhan aset perbankan syariah sebesar 11,8% sepanjang tahun 2017, seperti yang diungkapkan Praktisi Keuangan Syariah Adiwarman Karim dalam pemberitaan KONTAN minggu lalu, sepertinya memang akan terpenuhi. Apalagi, jika merujuk pada pertumbuhan total aset Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) pada akhir Mei 2017, nampaknya proyeksi tersebut justru cenderung lebih rendah. Mengutip Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang dirilis oleh OJK per Mei 2017 total aset bank syariah naik 22,87% menjadi Rp 366,09 triliun.
Sepanjang semester I 2017, bank-bank penguasa pasar syariah berhasil mencatat kenaikan aset dua digit. Ambil contoh PT Bank Syariah Mandiri (BSM) yang sepanjang semester I 2017 membukukan kenaikan aset 13,72% secara year on year (yoy) menjadi Rp 81,9 triliun.
Direktur Wholesale Banking BSM Kusman Yandi menyebut, pertumbuhan aset perseroan utamanya ditopang oleh kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 13,34%. Selain itu, pembiayaan perseroan juga berhasil tumbuh 10,16% secara yoy menjadi Rp 58,1 triliun. Dengan jumlah aset ini, BSM pun masih menjadi bank syariah terbesar di Indonesia.
Kendati demikian, anak usaha PT Bank Mandiri (persero) Tbk ini justru hanya mematok pertumbuhan aset konservatif sebesar Rp 84 triliun. "Akhir tahun target kami (aset) sebesar Rp 84 triliun," katanya kepada KONTAN, Senin (14/8). Artinya, jika memakai asumsi total aset di akhir 2016 sebesar Rp 78,83 triliun, artinya BSM hanya mematok pertumbuhan aset sebesar 6,55%.
Lain halnya dengan PT BCA Syariah yang justru mematok pertumbuhan hingga 15% dari sisi aset. "Kami proyeksikan pertumbuhan di range 15% atau bahkan bisa di atas itu melihat kondisi dunia usaha secara umum," katanya.
Sebagai tambahan informasi saja, sepanjang semester I 2017 BCA Syariah membukukan aset sebesar Rp 5,43 triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 25,02%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News