Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Edy Can
JAKARTA. Meski irit bicara, Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) akhirnya buka suara terkait kisruh penem-patan dana investasi mereka. Perusahaan asuransi pelat merah tersebut mengatakan, pihaknya memang memarkir dana di Harvestindo Asset Management, Jakarta Investment, Jakarta Securities, Batavia Securities, dan Reliance Asset Management.
Sekretaris Perusahaan Askrindo Singgih Harjanto menuturkan, dana investasi yang ditempatkan di lima perusahaan investasi itu kurang dari Rp 500 miliar. "Jadi, tidak benar jika penempatan dana pada lima manajer investasi mencapai seperempat total aset perseroan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (2/8).
Sayang, Singgih enggan berkomentar lebih lanjut ketika ditanya instrumen investasi yang digunakan di lima manajer investasi itu. Askrindo disinyalir menggunakan instrumen repurchase agreement (repo) saham dan kontrak pengelolaan dana (KPD) untuk menggemukkan kelolaan di tahun 2005, 2006, dan 2009.
Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Askrindo T. Widya Kuntarto mengklaim, pihaknya tidak pernah lagi memakai investasi repo dan KPD sejak Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengatur ketentuan penempatan dana dua tahun terakhir.
Total dana kelolaan Askrindo mencapai Rp 2,3 triliun per Juni 2011. "Sekitar 70% di antaranya diinvestasikan ke deposito, sisanya tersebar ke surat berharga, negara, saham, obligasi korporasi, reksadana, dan penyertaan. Tidak ada yang ditempatkan ke repo atau kontrak pengelolaan dana sejak regulator melarang dua tahun lalu," imbuh Kuntarto. Pada pertengahan tahun ini, Askrindo tercatat menaruh dana Rp 1,6 triliun di deposito 18 bank pemerintah dan bank pemerintah daerah.
Singgih mengatakan, pihaknya menyerahkan penyelesaian kasus dana investasi Askrindo ini ke pihak kepolisian. Saat ini, kepolisian sedang menelusuri kasus kesalahan penempatan dana investasi Askrindo. Kepolisian pun sudah memanggil kelima perusahaan investasi tersebut.
Mulai untung
Kendati sedang bermasalah, kinerja Askrindo mulai membaik di akhir semester pertama lalu. Di tengah tahun ini, Askrindo mencatat laba Rp 25 miliar, sementara Juni tahun lalu masih merugi Rp 96 miliar. Usaha penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berkontribusi Rp 15 miliar dan usaha komersial menyumbang laba Rp 10 miliar.
Menurut Kuntarto, pertumbuhan laba ini ditopang oleh resiprokal bisnis non-KUR yang mendongkrak pertumbuhan premi Askrindo hingga 17%. "Selain itu, pengelolaan risiko jadi lebih baik sehingga menekan peningkatan klaim yang hanya tumbuh 4%," kata Kuntarto.
Hingga akhir semester satu, pendapatan underwriting Askrindo mencapai Rp 196,6 miliar, naik 35% dari periode yang sama tahun lalu Rp 145,1 miliar. Hasil underwriting Askrindo Juni lalu mencapai Rp 32,7 miliar, sedangkan posisi Juni 2010 merugi Rp 73,5 miliar. Askrindo memperkirakan pada tahun ini bakal mencetak untung setelah dua tahun terakhir buntung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News