Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih ingat dengan program tiga juta rumah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto? Kini, program yang tak kunjung terealisasi tersebut resmi mendapatkan amunisi baru dengan hadirnya kredit program perumahan.
Ya, Menteri Koordinator Perekonomian secara resmi telah menerbitkan aturan baru sebagai pedoman pelaksanaan kredit perumahan tersebut. Adapun, pemberian kredit ini ditujukan untuk dua pihak, antara lain dari sisi penyediaan rumah dan sisi permintaan rumah.
Adapun, penyalur kredit program perumahan ini adalah lembaga keuangan atau koperasi yang telah ditetapkan sebagai penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR). Di mana, penyalur kredit program perumahan itu nantinya mengajukan permohonan plafon kepada Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Baca Juga: Fahri Hamzah Buka-Bukaan Program 3 Juta Rumah Belum Tercapai Tahun Ini
Dari sisi permintaan, kredit ini diberikan kepada UMKM berupa individu atau badan usaha untuk keperluan pengadaan tanah, pembelian bahan bangunan, pengadaan barang atau jasa, Kalau dari sisi permintaan rumah, kredit ini bakal disalurkan kepada UMKM baik itu individu untuk keperluan pembelian rumah, pembangunan rumah atau renovasi rumah.
Nah, menjadi menarik karena program ini memberikan suku bunga yang telah ditetapkan oleh beleid tersebut, terutama untuk kredit dari sisi permintaan. Dalam hal ini, UMKM individu bisa mendapatkan bunga sebesar 6% efektif per tahun atau disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara untuk mendapatkan kredit rumah ini.
Ditambah, pemerintah juga memberikan subsidi bunga untuk jangka waktu kredit paling lama lima tahun. Di mana, plafon kredit untuk UMKM yang ingin membeli rumah ini senilai Rp 10 juta hingga Rp 500 juta dengan jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara penerima dan penyalur.
Hanya saja, aturan tersebut tampaknya belum langsung diimplementasikan oleh lembaga keuangan yang selama ini memang telah menyalurkan KUR. Berbagai hitung-hitungan dengan mitigasi risiko sedang dilakukan oleh masing-masing lembaga keuangan.
Sebut saja, PT Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Bank DIY) yang selama ini juga telah menjadi penyalur KUR. Direktur Utama Bank DIY Santoso Rohmad mengungkapkan bahwa saat ini sedang melakukan kalkulasi terkait penyaluran kredit ini.
Sejatinya, ia melihat plafon dari kredit ini sebenarnya sesuai dengan harga-harga rumah yang ada di Provinsi DIY. Namun, ia mengkhawatirkan adanya risiko macet yang bisa meningkat jika memang kredit ini ditujukan kepada UMKM dengan penghasilan yang tak tentu.
Baca Juga: Kementerian PKP Gandeng BPS sampai Kemendagri Untuk Eksekusi 3 Juta Rumah
Dalam hal ini, ia menyoroti subsidi bunga yang hanya diberikan selama lima tahun padahal jangka waktu kreditnya bisa diperpanjang lebih dari itu. Nah, Santoso melihat ketika subsidi itu selesai ada potensi UMKM ini kesulitan bayar.
“Ini kita lagi hitung kalau misalnya jangka waktu kredit sampai 25 tahun, risikonya itu sisa tahunnya itu yang bisa nanggung siapa kalau situasinya seperti sekarang,” ujar Santoso kepada KONTAN, Rabu (13/8).
Oleh karenanya, ia bilang bahwa pihaknya ingin melihat terlebih dahulu klasifikasi UMKM seperti apa yang bisa mendapatkan program tersebut. Artinya, bank memang benar-benar harus selektif dalam memberikan kredit program perumahan ini.
“Ya kalau masyarakat berpenghasilan rendah itu seperti kalau di Jogja ada Abdi Dalem bisa masuk, itu lebih terjamin karena mereka ada pendapatan,” ujarnya.
Sementara itu, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengungkapkan lembaganya tak ikut dalam program ini. Seperti diketahui, BP Tapera ini sejatinya juga berfungsi menyediakan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan mengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Heru bilang saat ini BP Tapera akan lebih fokus dalam membantu program perumahan melalui penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau kerap dikenal dengan KPR Subsidi. Pasalnya, ia menyebut BP Tapera ini merupakan lembaga keuangan non bank.
“Lembaga penyalurnya (kredit program perumahan) terutama perbankan yang bisa linkage dengan Koperasi dan kami mendukung sosialisasi kepada pelaku industri perumahan,” ujarnya.
Baca Juga: Ngebut Pembangunan 3 Juta Rumah, Ini Stimulus dari Pemerintah
Pengamat perbankan, Moch Amin Nurdin pun mengungkapkan bahwa potensi adanya risiko kredit macet sangat besar ketika bank menyalurkan kredit program perumahan ini. Bahkan, ini menilai risiko kredit macet itu tidak hanya berasal dari sisi permintaan tetapi dari sisi kredit yang diberikan kepada pengembang.
Pasalnya, ada kemungkinan UMKM yang mengajukan kredit ini merupakan pengembang baru yang track record–nya belum diketahui. Alhasil, bank perlu benar-benar selektif dalam memberikan kredit ini.
Ia tak menutup mata bahwa selama ini juga ada pengembang-pengembang nakal yang telah mendapatkan pinjaman dari bank namun rumah yang dibangun tidak sesuai dengan kualitas yang ada. Oleh karenanya, Amin berharap program ini bisa dijalankan dengan hati-hati.
“Kalau tidak, ini bisa jadi bom waktu bagi bank,” tandasnya.
Selanjutnya: Tangkap Peluang di Pasar Pelumas RI, ADNOC Perkuat Strategi Distribusi Nasional
Menarik Dibaca: 4 Cara Mengatasi Folikulitis atau Jerawat di Kepala, Bisa Pakai Tea Tree Oil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News