kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Asosiasi fintech kembangkan pusat data untuk menjaring peminjam nakal


Minggu, 18 November 2018 / 22:12 WIB
Asosiasi fintech kembangkan pusat data untuk menjaring peminjam nakal
ILUSTRASI. Crowdfunding


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) tengah mengembangkan pusat data fintech, terutama untuk mengindentifikasi peminjam nakal.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengungkapkan apabila peminjam tidak melunasi utang dalam 90 hari, maka akan tercatat pada pusat data fintech.

Mereka adalah peminjam bermasalah yang tidak melunasi pinjaman pokok, biaya bunga, biaya administrasi dan biaya denda.

“Ketika terjadi gagal bayar sampai hari ke-90, maka keesokan harinya proses penagihan tidak boleh dilanjutkan. Sebagai konsekuensinya, data nasabah akan dimasukkan ke pusat data AFPI atau OJK, sebagai peminjam bermasalah,” kata Hendrikus belum lama ini.

Dengan catatan hitam tersebut, secara otomatis pengguna tidak bisa kembali melakukan mengambil pinjaman ke perusahaan fintech lain. Menurutnya, pengembangan pusat data bersama ini bisa menyaring dan mengurangi kerugian akibat peminjam bermasalah.

“Semua fintech legal terdaftar sebagai anggota AFPI, maka mereka bisa menggunakan pusat data bersama. Nantinya basis data ini bisa diakses dan dibagikan bersama sekaligus untuk mengurangi pinjaman yang berlebihan,” ungkapnya.

Di samping itu, AFPI juga menetapkan aturan mengenai pagu biaya untuk melindungi konsumen. Melalui pagu ini diharapkan tingkat bunga dan biaya pinjaman tidak lagi memberatkan bagi peminjam.

Ketua AFPI Adrian Asharyanto Gunadi menjelaskan, kebijakan pagu ini adalah pembatasan waktu penagihan yang maksimal 90 hari. Setelah batas waktu itu, maka jumlah biaya dan pokok pinjaman tidak akan bertambah.

Pagu biaya memuat pula mengenai batas biaya administrasi hingga biaya yang tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok pinjaman pengguna. Sampai saat ini, asosiasi telah menerapkan aturan pagu biaya ini meskipun surat terkait ini belum beredar ke publik.

“Tujuannya adalah agar nasabah bisa mengakses lebih mudah, kemudian secara harga jual lebih kompetitif. Apalagi dengan bantuan teknologi, semestinya lebih efisien,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×