Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri asuransi jiwa masih punya pekerjaan rumah untuk memenuhi aturan soal penempatan investasi di instrumen surat berharga negara. Peningkatan investasi di keranjang ini diakui masih cukup menantang.
Menilik data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai bulan Agustus 2017, pelaku industri asuransi jiwa menempatkan dana sebesar Rp 63,08 triliun di instrumen SBN. Jumlah ini baru setara dengan 14,8% dari keseluruhan dana investasi yang sebesar Rp 423,95 triliun.
Padahal sampai tutup tahun nanti, porsi nominal investasi di obligasi pemerintah setidaknya harus mencapai angka 30%.
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim menjamin pelaku usaha sudah beruapaya sekuat tenaga untuk memenuhi ketentuan ini. Namun ia mengklaim masih ada masalah klasik yang membayangi pelaku industri untuk menggenjot investasi di instrumen ini.
Di antaranya adalah soal ketersediaan instrumen SBN di pasaran. Menurut Hendrisman, saat ini masih cukup sulit mencari pasokan SBN terutama di primary market. Sehingga secondary market menjadi lahan yang paling memungkinkan bagi pemain asuransi jiwa untuk mencari obligasi pemerintah ini.
"Kondisi ini tentu akan makin menyulitkan bagi pemain yang dana kelolaannya besar karena otomatis harus mencari SBN yang lebih banyak lagi," kata dia belum lama ini.
Sayangnya untuk membeli SBN di pasar sekunder juga bukan tanpa konsekuensi. Soalnya harga SBN di pasar ini lebih mahal ketimbang pasar primer. Sementara imbal yang didapat malah lebih kecil.
Nah hal ini juga bisa berimplikasi pada imbal yang bisa didapat nasabah dari produk-produk tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News