Reporter: Anaya Noora Pitaningtyas, Nurul Kolbi, KONTAN |
JAKARTA. Masih ingat cerita tentang perwira Polri membeli polis asuransi senilai Rp 1,1 miliar tahun 2010 silam? Pejabat kepolisian ini diduga korupsi berdasar data polis asuransi itu. Setelah kasus ini mengemuka, publik lalu mengategorikan pembelian polis asuransi sebagai modus baru suap menyuap.
Penyelesaian kasus rekening gendut milik para jenderal ini mungkin berakhir mengecewakan. Tapi, yang lebih penting, Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) selaku regulator mau belajar dari kasus tersebut, sehingga industri keuangan tidak lagi menjadi tempat pencucian uang hasil korupsi.
Salah satu bentuk pembelajaran itu adalah memperbaiki aturan. Akhir pekan lalu, Bapepam-LK merilis Peraturan Nomor PER-01/BL/2011 mengenai pedoman pelaksanaan prinsip mengenal nasabah bagi asuransi. Beleid ini merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010.
Dalam keterangannya, Ketua Bapepam-LK, A. Fuad Rahmany mengatakan, peraturan ini menjadi acuan industri menyusun pedoman baku penerapan prinsip mengenal nasabah. Pihaknya berharap, pengaturan lebih terperinci ini dapat melindungi industri dari kejahatan pencucian uang dan pendanaan kegiatan terorisme.
Perusahaan asuransi harus menyerahkan pedoman ke Bapepam-LK paling lama 60 hari sejak aturan ini ditetapkan. Jika pedoman itu belum memenuhi ketentuan, regulator berhak meminta perusahaan yang bersangkutan memperbaiki.
Saling mengawasi
Inti pedoman ini terletak pada tata cara pemeriksaan dan identifikasi calon nasabah. Antara lain, soal tahapan pemeriksaan dan apa saja yang mesti diverifikasi secara lebih mendalam. Pada aturan lama, masalah ini kurang diulas secara terperinci.
Agar proses identifikasi nasabah tidak menghambat bisnis asuransi, Bapepam-LK membuat kategorisasi pemeriksaan. Mulai dari pemeriksaan sederhana, standar hingga paling ketat atau enhanced due diligence (EDD) (lihat tabel). Jadi, jika profil nasabah tidak mencurigakan, asuransi bisa memproses pengajuan polis secara lebih cepat.
Aturan ini juga memperkuat fungsi unit kerja penerapan prinsip mengenal nasabah atau UKPN. Unit pengawas yang melekat di perusahaan ini bisa melaporkan direksi yang memiliki hubungan atas transaksi keuangan mencurigakan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Begitupula sebaliknya, direksi bisa melaporkan pengawas ke PPATK jika terindikasi masalah yang sama.
Industri menyambut baik aturan ini. “Sepanjang bersifat menyeluruh dan penerapannya konsisten, tidak ada masalah,” kata Willy Suwandi Dharma, Humas Asosiasi Asuransi Umum Indonesia. Cuma, Presiden Direktur Adira Insurance ini menambahkan, penerapan pedoman baru ini membutuhkan waktu karena harus mengubah sistem.
Rosa Ginting, Direktur Utama InHealth Insurance berpendapat sama. “Aturan ini akan mendorong perusahaan asuransi lebih hati-hati menyelenggarakan bisnis,” kata Rosa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News